BARABAI, metro7.co.id – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur (Pilgub) tahun 2020 tinggal beberapa jam lagi.

Berbicara tentang peranan mahasiswa dalam proses perubahan masyarakat menuju tatanan demokratis.

Mengingat pada peristiwa di tahun 1966, 1978, dan 1998. Pada waktu itu peranan mahasiswa sebagai sebuah gerakan moral, menunjukkan eksistensinya.

Pilkada dan Pilgub merupakan suatu proses yang juga penting dalam mewujudkan demokrasi yang ideal.

Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Barabai, Ahmad Maulana menegaskan kadernya untuk bisa mengambil peran dalam pelaksanaan Pemilu 2020.

“Ayo kader PMII saling bahu membahu, hadir mengambil peran penting untuk kemajuan bangsa,” ajaknya.

Menurutnya, peran mahasiswa dalam pengawalan proses Pemilu dapat dimainkan oleh mahasiswa sebagai individu atau lembaga-lembaga mahasiswa.

“Seperti lembaga internal dan eksternal kampus, serta organisasi mahasiswa daerah,” ucapnya.

Posisi mahasiswa, beber Maulana, dalam panggung politik adalah sebagai agent of change, sudah selayaknya sebagai kader PMII Barabai harus bisa mengambil peran dalam memilih pemimpin HST dan Kalsel di lima tahun mendatang.

“Melihat pentingnya juga peran mahasiswa sebagai agent of social control, salah satu pengaplikasiannya yakni mengawal secara langsung Pilkada di HST, baik secara individu maupun PMII Barabai sendiri,” katanya.

Dia mengajak mahasiswa dan masyarakat untuk dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional, bukan berdasarkan kharismatik semata.

Dalam pelaksanaan peran ini, etika yang harus dibangun oleh setiap organisasi mahasiswa adalah sikap objektifitas dan akuntabilitas.

Objektifitas yang dimaksud, ialah pengolaahan visi-misi, membuat kriteria Cabub dan Cawabub HST maupun Cagub dan Cawagub Kalsel.

Kata Maulana, 3 hal yang harus diperhatikan mahasiswa dalam pengawalan Pilkada dan Pilgub agar tidak salah dalam memilih pemimpin nantinya.

Pertama, transactional politik. Hal ini sangat rawan dan dapat menutupi track record partai dan calon.

“Jika hal ini sampai terjadi, maka tujuan ideal dari pilkada tidak akan tercapai, justru yang didapat ialah kekecewaan, sebab calon yang terpilih tidak akan aspiratif dalam menyelenggarakan pemerintahan,” katanya.

Kedua, jika calon adalah sosok incomben atau pernah menjabat, rekam jejak dapat menentukan kredibilitasnya apakah ia memiliki integritas atau tidak, apakah ia protipe pemimpin yang a buse of power atau selama ini melaksanakan politik kepentingan (conflict of interest).

Ketiga, dalam konteks pilkada, penting juga disimak kriteria dari calon, apakah para kandidat atau calon peserta pilkada menjunjung tinggi etika politik, yaitu penilaian etis terhadap kebijakan, prilaku, tindakan dan praksis politik.

“Hal ini penting, sebab, dapat memberikan patokan-patokan orientasi dan pegangan bagi mereka yang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dalam tolak ukur martabat bangsa,” pungkasnya.

Ia berharap, dengan penyelenggaraan Pemilu tahun 2020 yang luber dan jurdil akan dapat menghasilkan pemimpin yang bertanggung jawab, amanah, kridibel, akuntabel, dan akseptebel.

“Sosok pemimpin yang demikian, diniscayakan akan membawa perobahan untuk tatanan di HST dan Kalsel menjadi lebih baik lagi, dan berdaya saing tinggi dengan daerah-daerah lain,” imbuhnya.

Untuk menghantarkan Pemilu tahun 2020 benar-benar jurdil dan luber tersebut, pungkasnya, maka kader PMII Barabai dapat mengambil peran yang optimal sesuai dengan beberapa poin di atas. ***