BARABAI, metro7.co.id – Koordinator Gusdurian HST bersama 7 orang lainnya mewakili Kalsel mengenakan pakaian adat Banjar dan Dayak di Malam Kirab dan Panggung Budaya.

Lebih tepatnya saat menghadiri kegiatan Temu Nasional (Tunas) Gusdurian di Asrama Haji Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur selama 3 hari, yakni tanggal 14 hingga 16 Oktober 2022.

Koordinator GUSDURian Barabai, HST, Kalsel H Idi Amin memgatakan, acara ini dihadiri langsung oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur Dra Hj Khofifah Indar Parawansa yang juga memberikan sambutan sebagai tuan rumah.

Salah satu rangkaian acara Tunas 2022 Gusdurian.

“Sambutan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyampaian Orasi Kebangsaan oleh Alissa Wahid selaku Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian,” ujarnya.

Kegiatan pembukaan tersebut diikuti oleh semua peserta yang berasal dari delegasi seluruh Penggerak Komunitas GUSDURian se-Indonesia. Juga turut berhadir beberapa duta besar negara lain dan beberapa tokoh serta pemuka lintas agama.

“Alhamdulillah, saya dan teman-teman GUSDURian 7 orang berangkat, semoga bisa menambah ilmu, pengetahuan dan menguatkan serta mengkaji 9 pokok GUSDURian. Juga selalu aktif dalam mengikuti kelas berbagi inspirasi, forum tata kelola jaringan dan forum isi starategis,” harapnya.

Sementara, Gubernur Provinsi Jawa Timur Dra Hj Khofifah Indar Parawansa menyampaikan, Surabaya adalah kota tempat digagasnya Bhineka Tunggal Ika, jika digali secara mendalam, maka sesuai dengan semangat pluralisme dan demokrasi Gus Dur.

“Semoga kita bisa menggali seluruh pikiran-pikiran strategis dan gerakan-gerakan strategis dari change agent Abdurrahman Wahid,” ungkapnya.

Setelah itu, secara resmi acara TUNAS 2022 dibuka langsung oleh Dr (HC) Ny Hj Sinta Nuriyah A Wahid dengan penabuhan gong didampingi oleh Alissa Wahid, Gubernur Jawa Timur, tokoh lintas agama, dan tokoh GUSDURian lainnya.

Dalam orasinya, Alissa Wahid mengungkapkan banyak hal terkait Gus Dur sebagai individu, sebagai tokoh, sekaligus sebagai teladan pemikiran dan gerakan.

Anak sulung Gus Dur tersebut juga menegaskan, hati Gus Dur ada untuk mereka yang dilemahkan dan para GUSDURiaan terus bergerak untuk mereka yang terpinggirkan, sekalipun tidak pernah tahu apakah yang kita lakukan dapat menghasilkan.

“Filosofi gerakan GUSDURian itu seperti sapu lidi. Dulu awal-awal pendiriannya mungkin yang terlibat sekitar 30 komunitas. Akhirnya sekarang kekuatan itu benar-benar bertambah. Sekarang sudah berdiri 155 komunitas dan hari ini ada sekitar 1.500 kader GUSDURian berkumpul di tempat ini,” katanya.

Alissa pun melanjutkan orasinya dengan refleksi tentang sapu lidinya tersebut. Gus Dur itu seperti pohon jati yang umurnya ratusan tahun dan Alissa adalah lidi kecil yang gampang dipatahkan.

“Tapi Alissa bisa mencari lidi-lidi yang lain, para murid Gus Dur, orang-orang yang ingin memperjuangan kehidupan yang lebih baik untuk orang banyak. Dan hari ini ribuan lidi-lidi itu berkumpul di sini,” bebernya.

Pada acara pembukaan temu nasional juga digelar penyerahan penghargaan GUSDURian Award.

Penghargaan itu diraih oleh GUSDURian Semarang (kategori komunitas), Institut Mosintuwu (kategori lembaga), dan Lian Gogali (kategori individu).

Acara ini ditutup dengan doa lintas iman, yang dipimpin oleh masing-masing perwakilan anak muda lintas iman, yaitu dari agama Islam, Kristen, Hindu dari perwakilan GUSDURian Barabai, Buddha, Konghucu, dan Penghayat Kepercayaan.