Sesaat lepas landas, tetiba laporan masuk ke otoritas Bandara Budiarto, mesin 1 dan 2 mengalami kerusakan. Pesawat harus kembali ke landasan. Nahas, kala mendarat, terjadi percikan api yang memicu kebakaran pada 2 mesin tersebut.

Mengawali hari, skenario terjadinya insiden pesawat, menjadi pembuka. ERT PT Adaro Indonesia, bersiap. Dessy Wulandari, sigap mengatur anggotanya. “Pastikan semua APD lengkap,” ujarnya dengan lantang.

Aircraft Rescue and Fire Fighting (ARFF), merupa nomor pertama yang dilakoni ERT Adaro, dari tiga nomor yang ditahbiskan pada hari pertama IFRC 2019, Minggu (13/10/2019).

Tak ada kendala berarti. Hampir 3 minggu berlatih khusus insiden kebakaran pada pesawat, ERT Adaro membukukan waktu 15 menit. “Tidak ada yang meleset dari perhitungan kita,” ujar instruktur pendamping tim, Muhammad Udin Hidayat.

Meski demikian, sempat terjadi sedikit persoalan, saat pemadaman pada bagian mesin 1. Tekanan pompa mengendur. Semburan air tidak maksimal. “Padahal kepulan asap luar biasa pekat,” ujar Jarkasi yang bertugas bersama Ahmad Ridwan memadamkan api di mesin 1.

Efesiensi penggunaan air ketika pemadaman, juga menjadi keunggulan ERT Adaro di nomor ini. Air yang disiapkan pada 2 mobil pemadam sebesar 9000 liter, masih tersisa, hingga api selesai dipadamkan.

Jelang tengah hari, tim bergeser kenomor lomba berikutnya, Road Accident Rescue (RAR). Di nomor ini, tim disuguhi tantangan berbeda. Terjadi kecelakaan di jalan raya, mobil ringsek, korban terjepit diantara kabin dan kemudi.

Namun, pada tantangan ini, ERT Adaro, mampu bermain apik. Ditengah teriknya matahari, tim tetap bisa menjaga fokus. “Kalau tim penyelamat tidak tenang, korban bisa jadi lebih panik,” ujar seorang assesor, sembari berbisik pada saya.

Dalam waktu 28 menit, korban dengan luka yang teridentifikasi pada kaki sebelah kanannya, berhasil dievakuasi. Muhrani, petugas medis tim, lekas melakukan observasi sebelum diserahkan pada tim medis yang sudah berdatangan.

Dessy kemudian memastikan semua peralatan sudah tersusun rapi. Tak ada yang tertinggal. “Operasi selesai,” ujarnya.

Assesor lantas meminta tim berkumpul, mengevaluasi rangkaian operasi ERT Adaro. Assesor asal Belanda, Peter Vanwouth mengawali dengan pernyataan. “Kalian bekerja profesional. Tim bisa fokus. Medis yang bertugas, bisa melaksanakan tugasnya dengan baik,” ujarnya.

Ketenangan tim, juga mendapat apresiasi dari assesor lainnya. dr Renauld K misalnya. Ia menyatakan ketenangan tim, sangat berpengaruh terhadap penanganan korban.

Tiba di nomor terakhir, High Angle Rescue (HAR), yang mengharuskan tim menurunkan korban dari ketinggian, terjadi persoalan. Atap bagian depan, gedung Safety Department STPI, yang menjadi wadah kompetisi, memiliki undakan yang menjorok kedepan.

Perkiraan juga meleset. Dua tali menjuntai, sebagai tumpuan memanjat keatas, harus dipergunakan. Satu lintasan sebagai jalur utama, lintasan lainnya merupa pengaman. “Saat latihan, kami hanya menggunakan satu tali untuk naik keatas,” ujar Muhrani.

Ketika proses transportasi basket dan perangkat lain sempat tersangkut di atap. Waktu cukup lama terserap. Hingga peluit berbunyi, tim belum mampu menurunkan korban.

Namun, manajer tim, Taufik Rohman berujar, bukan hanya ERT Adaro yang belum bisa menyelesaikan HAR. “Ini pembelajaran bagi kita, ada sejumlah hal yang harus diperbaiki, termasuk tambahan alat pengaman,” katanya. (metro7/relhum)