TUBAN, metro7.co.id – Pengurus Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (ABPEDNAS) Kabupaten Tuban, sayangkan pemberitaan salah satu media online terkait Aksi Peduli Desa 610 di kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan gedung DPRD yang tidak proporsional, Selasa (6/10/2020).

Aksi yang dilakukan ratusan anggota BPD se-Kabupaten Tuban tersebut, sebenarnya dalam rangka untuk menyuarakan permasalahan-permasalahan di Desa, belum maksimalnya demokrasi di Desa, kurang dianggapnya keberadaan BPD dan perlunya peningkatan tupoksi BPD untuk memahamkan anggotanya dalam mengawal dan mengawasi kinerja aparatur Desa.

Akan tetapi, pengamatan yang kurang mendalam oleh penulis berita terhadap permasalahan sosial di Desa, membuat judul berita seakan-akan dipelintir untuk kepentingan lembaga.

Sekretaris ABPEDNAS Kabupaten Tuban, Budiono mengatakan kepada metro7.co.id, bahwa dia sangat menyayangkan dengan pemberitaan media online dengan judul “Tuntut Kesejahteraan, Ratusan BPD di Tuban, Gelar Unjuk Rasa”.

Padahal menurutnya, press release yag dibuatnya titik tekannya adalah sorotan untuk masalah-masalah yang ada di Desa, yang selama ini aduan dari ABPEDNAS ke Pemda dan Pemkab secara lisan dan tertulis belum ditindaklanjuti.

“Memang yang namanya manusia itu ingin sejahtera, tapi kalau ada 6 poin tuntutan yang disampaikan hanya menyoroti tentang kesejahteraan saja, ini seakan-akan kami hanya ngurusi masalah perut. Bagaimana tanggung jawab kami terhadap masyarakat. Mulai dokumen RPJMDesa yang belum jadi, Kepala Desa yang tidak membuat Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LKPPD), pelanggaran aparatur desa yang tidak ada tindakannya sama sekali oleh pemerintah daerah dan masih banyak yang lainnya. Seharusnya jika ingin memuat berita tentang demonstrasi, seorang jurnalis harus memahami press release yang ditetapkan oleh lembaga atau organisasi tersebut sebagai tujuan adanya aksi,” tuturnya dengan nada geram.

Dia juga menyinggung soal kredibelitas wartawan yang seharusnya mengacu pada Undang-Undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Aksi yang kami lakukan untuk semua BPD Tuban dan masyarakat desa, bila salah judul berita saja akan menjadi polemik dan menyakiti perasaan BPD yang lainnya. Karena opini dari pembuat berita itu bisa memengaruhi cara pandang seseorang. Seharusnya jurnalis yang profesional itu harus mengacu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Pada pasal 6 huruf c, huruf d, dan huruf e, disebutkan bahwa pers nasional melaksanakan peranan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar. Kemudian melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Terakhir, memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Itu namanya proporsional dan seimbang dalam pemberitaan serta memihak masyarakat umum, bukan untuk membuat polemik baru,” ucapnya.

Menurut Budiono, dengan adanya berita ambigu tersebut, membuat kegaduhan di grup Whatssap BPD Kabupaten Tuban. Tindakan yang terburu-buru tanpa observasi dan melakukan penggalian data oleh jurnalis, sangat riskan memunculkan masalah baru. Seharusnya media menjadi penyeimbang dan menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, serta menjadi penanggungjawab sosial.

“Media harus bertanggung jawab dengan pemberitaan yang menyebabkan konflik di masyarakat. Data yang sesuai fakta, realita dan berbagai nara sumber pun belum cukup kuat tanpa adanya observasi secara bertahap, wawancara terhadap narasumber yang sesuai bidangnya, dan study literary,” ujarnya.