LABUHANBATU, metro7.co.id – Pola penegakan hukum dibeberapa kasus dalam perjalanannya masih terdapat penafsiran yang berbeda dengan sejumlah regulasi di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Salah satunya, dapat dilihat dari kisruhnya konstatering (pencocokan objek sengketa) lahan antara PT Belunkut dengan Lie Kian Sing Cs di Desa Negeri Lama Seberang, Kecamatan Bilah Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara yang digelar Pengadilan Negeri Rantauprapat (PN-Rap) terhadap perkara perdata nomor : 105/Pdt.G/2016/PN RAP, Selasa (31/1/2023) lalu.

Terlihat di areal lokasi adanya aksi saling dorong antara security perusahaan dengan puluhan masyarakat yang lahannya berdampingan dengan objek perkara kala itu, dikarenakan kuasa hukum pemohon konstatering tidak hadir, disebabkan Kantor Pertanahan/BPN Labuhanbatu selaku juru ukur, lebih memilih Absen.

Dalam hal tersebut, belakangan diketahui, ketidakhadiran pihak Kantor Pertanahan Labuhanbatu meskipun telah disurati oleh pihak PN RAP dikarenakan pihak PN-RAP belum memberikan sejumlah administrasi yang diminta sesuai dengan aturan dan perundang-undangan.

Kasi-5 Kantor Pertanahan Labuhanbatu, Febby Richard Immanuel L Tobing, melalui siaran pers WhatsAppnya, Selasa (7/2/2023) kepada wartawan menerangkan, bahwa sejumlah syarat yang harus dipenuhi tentu jelas tertuang pada peraturan KBPN nomor 1 tahun 2010, PP RI nomor 24 tahun 1997 dan PP RI nomor 3 tahun 1997.

Sehingga ketidakhadiran mereka meskipun telah dua kali diundang namun pihaknya tetap membalas dengan surat resmi sesuai alasan pihak BPN Labuhanbatu untuk tetap meminta berbagai persyaratan yang harus dipenuhi pihak yang mengundang tersebut.

“Pada intinya kami siap untuk menghadiri dan sudah koordinasi dengan juru sita PN terkait syarat-syarat yang harus dipenuhi. Tapi sampai pelaksanaan konstatering belum dapat dilaksanakan,” jelasnya.

Sementara, kinerja berlandaskan regulasi oleh Kantor Pertanahan Labuhanbatu, terkesan kurang sebanding dengan pemahaman PN-RAP. Misalnya, menurut Panmud Perdata PN-RAP, Sapriono, malah konstatering tidak hal yang mutlak dilakukan.

“Iya, bahwa pelaksanaan konstatering bukan merupakan hal yang mutlak yang harus dilaksanakan sebelum pelaksanaan eksekusi terhadap tanah yang telah bersertifikat,” sebut Sapriono melalui siaran pers WhatsApp, Selasa (7/2/2023) sore.

Menyikapi dari pernyataan Panmud Perdata PN-RAP Sapriono, pihak Kuasa Hukum Lie Kian Sing Cs yakni Mangasi Tambunan dan Sudarsono menegaskan dengan sanggahan untuk kewajiban pelaksanaan konstatering jelas tertuang di Pasal 93 PP RI nomor 18 tahun 2021.

“Jadi, dasar kita yakni PP 18 tahun 2021 pasal 93. Kenapa kita minta konstatering, karena terdapat ketidakcocokan batas pada objek, seperti sebelah Utara dan Selatan,” tegas Tambunan via telepon, Rabu (15/2/2023).

Dijabarkan Mangasi Tambunan, poin 2 di pasal yang sama disebutkan, sebelum pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan,
panitera pengadilan wajib mengajukan permohonan
pengukuran kepada Kantor Pertanahan atas objek
eksekusi untuk memastikan letak dan batas tanah
objek eksekusi yang ditunjukan oleh juru sita dan
bertanggung jawab atas letak dan batas tanah objek
eksekusi yang ditunjukannya.

“Artinya, regulasi mengatur keharusan kelengkapan syarat-syarat dan konstatering wajib dilakukan, apalagi ada ketidakcocokan. Kita sudah sampaikan fakta dan data, artinya kita siap menjunjung aturan maupun perundang-undangan,” ujar Tambunan lagi.

Data diperoleh, dua surat balasan dari Kantor Pertanahan Labuhanbatu yang ditujukan ke PN-RAP berkaitan pemenuhan syarat-syarat sebelum konstatering, seperti batas dan persetujuan yang berbatasan, surat kuasa jika dikuasakan.

Selanjutnya, fotocopy KTP pemegang hak atau penerima kuasa, fotocopy putusan pengadilan, fotocopy SPPT-PBB tahun berjalan serta surat pernyataan pemasangan tanda batas dan persetujuan yang berbatasan.

Sebelumnya, pelaksanaan konstatering yang digelar PN Rap pada Selasa (31/1/2023) siang lalu atas perkara perdata nomor : 105/Pdt.G/2016/PN RAP, gagal dilaksanakan. Tim yang turun akhirnya tidak sampai masuk ke lahan sengketa.

Pasalnya, puluhan masyarakat yang tanahnya berdampingan dengan lahan sengketa meminta agar juru ukur dari Kantor Pertanahan Labuhanbatu hadir dalam hal menentukan titik koordinat.

Mereka khawatir, jika pencocokan lahan hanya berdasarkan sepihak, maka tanah mereka juga akan terkena imbasnya. Terlebih, putusan lahan yang akan di konstatering bertolak belakang dengan lokasi yang sebenarnya. ***