HALTIM, metro7.co.id – Wilayah konsesi PT Indonesia Weda Industrial Park (PT. IWIP) terlihat  menembus tapal batas Halmahera Tengah – Halmahera Timur dengan luas 120 hektare tanpa transparansi yang jelas, sehingga memicu amarah dari masyarakat Wasile Selatan (20/08).

Atas kasus penyerobotan luas wilayah tersebut, masyarakat Wasile Selatan khususnya yang berada di Desa Ekor, Nusa Jaya, Ekor Ino dan Ino Jaya. Terpaksa melakukan aksi protes besar-besaran  sampai berujung memblokade ruas jalan lintas Halmahera Timur (Haltim).

Dalam aksi protes sebelumnya, Pemda Haltim pernah menggelar Rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah keterwakilan yang hadir antara lain: semua Forkopimda Haltim, PT. WBN, PT. IWIP dan masyarakat Wasile Selatan di ruang aula kantor bupati Kamis 9 Juli 2020.

“Masyarakat Wasile Selatan meminta agar perusahaan memperjelas soal status lahan seluas 200 Hektare yang baru di bayar 80 Hektare dengan nilai 2. 000.000.00sampai dengan 2.500 ribu per/meter,” tutur Arsil Made dalam rilis yang diterima Metro7.co.id (20/08).

Arsil Made yang juga Ketum Hipmin Haltim Jakarta menilai Hasil RDP yang dimediasi Pemda Haltim tidak menunjukan kejelasan  yang memuaskan dari sekian tuntutan masyarakat Wasile Selatan kepada Pemda Haltim terkait 120 Hektar lahan yang tidak di bayar PT. IWIP.

Tidak hanya itu kata Arsil, masyarakat Wasile Selatan juga sudah melakukan aksi demonstrasi di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 2020 dengan keterwakilan empat desa dalam rangka memperjuangkan hak mereka yang sudah di rampas oleh perusahaan, tetapi pihak perusahaan tetap menolak membayar sisa lahan120 hektare dengan alasan besaran operasional yang masuk wilayah Haltim mencakup 70 hektar dan hutan Halmahera merupakan hutan lindung.

“Kalaupun PT. IWIP ingin menambah luas operasional paling sekitar 30-40 hektar saja,” kata Arsil.

Sementara Kades Ino Jaya Yosefat Maudul menuturkan, kalaupun hutan Halmahera adalah hutan lindung, kenapa 80 hektar bisa di bayar dan 120 hektar tidak bisa di bayar.

“Jangan coba-coba bohongi kami, mau aparat, tank dan nuklir sekalipun kami tidak akan mundur demi keadilan. Hering pertama di Kota Maba dan sampai di Jakarta menunjukan bahwa informasi yang kami dapat tidak berkaitan karena di Maba bicara lain, Jakarta bicara lain” ujar kades.

Tambah kades, “Pertemuan bersama masyarakat empat desa di Jakarta bisa di bilang sia-sia dengan tuntutan yang tidak mampu diterima pihak perusahaan, hal ini menimbulkan kecurigaan besar bagi masyarakat Wasile Selatan terhadap Pemda Haltim dan Pihak Perusahaan yang tidak transparansi soal lahan,” beber kades.

Lanjut Kades, soal kecaman keras dari masyarakat wasile selatan sebenarnya solusi besaran luas operasional perusahan lebih baik di ukur ulang, kalau kurang dari 80 hektar silahkan lanjutkan operasional, tetapi kalau sampai lebih, perusahan harus bertanggung jawab..

Namun bagi Kades hal tersebut di tolak keras pihak perusahaan. Dengan alasan sudah konfirmasi dengan Pemda Haltim soal luas wilayah operasional melalui foto udara dan kesepaktan-kesepakatan lainnya.

“Namun sampai hering selesai tidak ada satu bukti kongkrit dari pihak perusahan untuk menjawab kedatangan perwakilan empat desa ke Jakarta,” tutupnya. *