MANGGARAI, metro7.co.id – Sekitar 50% aktivitas perjalanan wisata dilaksanakan oleh para milenial dan 70% masyarakat melakukan aktivitas share dan like menggunakan media digital.
Karena itu, potensi pasar digital menjadi momentum yang perlu ditangkap oleh para pelaku pariwisata, dalam konteks pengembangan Desa Wisata berbasis digital.

Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) menggelar Kegiatan Penguatan Digitalisasi Destinasi Wisata di Hotel Revaya Ruteng, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur selama dua hari, Selasa-Rabu (27-28/10/2020).

Sebanyak 15 Desa Wisata dari 3 Kabupaten, Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur hadir mengikuti kegiatan tersebut. Ke-15 Desa Wisata terundang dari 3 Kabupaten ini adalah desa-desa yang memenuhi persyaratan aspek 3A dan juga memiliki Pokdarwis atau BUMDes.

Hadir pula dalam kegiatan ini, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai, Angkat Anglus, Kepala Divisi Komunikasi Publik Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF), Sisilia Jemana, pemilik dan pengelola Sun Rice Homestay Ruteng, Yeremias J Aquino, Kepala Desa dan peserta dari 15 Desa Wisata di Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, perwakilan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dari 3 Kabupaten, Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur.
dan narasumber Institut Desa Wisata Jogjakarta, Rokhmadu Inuhayi.

Direktur Utama BOPLBF, Shana Fatina dalam Siaran Pers yang diterima media ini dari Divisi Humas BOPLBF menjelaskan, Desa Wisata di NTT sudah saatnya didigitalisasi. Dengan dan melalui pemanfaatan teknologi digital sebagai saluran informasi dan komunikasi, Desa mampu menyajikan potensi wisata desa. Promosi dan peningkatan kualitas pariwisata desa wisata dapat dioptimalkan.

“Sudah saatnya Desa-Desa Wisata kita di NTT go digital. Dengan begitu, informasi terkait potensi wisata desa makin mudah diakses oleh wisatawan. Masyarakat Desa Wisata juga secara mandiri dapat melakukan pemberdayaan ekonomi desanya. Desa digital sudah pasti menjadi berkembang”, ungkap Shana.

Menurut Shana, visi menjadikan NTT sebagai gerbang ekowisata dunia meniscayakan peran serta Desa Wisata untuk turut berpartisipasi mewujudkan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat. Menjadikan masyarakat desa sebagai komponen utama pembangunan pariwisata di desanya melalui sajian aktivitas keseharian masyarakat desa dan produk hasil tani atau kebun. Aktivitas seni budaya masyarakat desa setempat yang memiliki keaslian budaya serta potensi desa lainnya dapat memberi nilai lebih/added value bagi masyarakat.

“Desa-desa wisata yang sudah siap kita digitilisasi dan kita pastikan aktifitas digitalnya dikelola dengan baik dan berkelanjutan, sambil tetap kita dampingi sampai mereka benar-benar mandiri dalam pengelolaan digitalnya”, jelas Shana.

Sementara itu, Kepala Divisi Komunikasi Publik BOPLBF, Sisilia Jemana dalam kesempatan tersebut menerangkan, dalam kegiatan tersebut peserta akan dilatih bagaimana membuat konten media yang menarik terkait potensi wisata di desanya masing-masing.

“Teman-teman Desa Wisata selama 2 hari ini akan kami bekali dan kami latih bagaimana membuat konten foto yang baik dengan menggunakan kamera sederhana, selain itu juga akan kami latih bagaimana membuat caption atau narasi yang baik yang bisa menunjang konten foto yang ada”, jelas Sisilia.

Sisilia beberkan konsep pembangunan pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism) saat ini menjadi kiblat utama pembangunan pariwisata di NTT. Dia jelaskan, destinasi eco-wisata premium merupakan wujud destinasi wisata dengan konsep sustainable tourism (eco-tourism) berkelanjutan, mengoptimalkan potensi pariwisata yang otentik dan mengedepankan orisinalitas, kekayaan alam, dan budaya lokal masyarakat desa.

Untuk itu, kata Sisilia, Desa wisata perlu ditopang oleh kemudahan akses infomasi mengenai potensi wisata desa yang dalam penyajiannya paling mungkin dilakukan dengan memaksimalkan penggunaan teknologi digital sebagai saluran informasi desa wisata yang dikelola oleh desa sendiri secara mandiri.

Tahun 2019 lalu, pariwisata go digital juga telah dicanangkan sebagai wujud kesiapan pariwisata Indonesia memasuki era industri digital 4.0 (tourism 4.0). Dalam pengembangannya, pemanfaatan teknologi digital merupakan platform utama sebagai saluran informasi sekaligus promosi pariwisata.

“Sekitar 50% aktivitas perjalanan wisata dilaksanakan oleh para milenial dan 70% masyarakat melakukan aktivitas share dan like menggunakan media digital.
Karena itu, potensi pasar digital menjadi momentum yang perlu ditangkap oleh para pelaku pariwisata, dalam konteks pengembangan Desa Wisata berbasis digital”, ujar Sisilia meyakinkan.

Pada 2016 lalu, Presiden Joko Widodo menetapkan pariwisata sebagai sektor unggulan bangsa. Menjadikan pariwisata mengemban peran strategis memimpin pembangunan perekonomian bangsa dan menjadi gerbang bagi bertumbuhnya industri sektor lain seperti jasa, perhubungan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan industri kreatif lainnya.

Capaian sektor pariwisata mampu menyumbang devisa terbesar bagi negara, yaitu Rp 280 triliun sepanjang tahun 2019.

Cita-cita menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan bangsa kemudian diwujudkan dengan komitmen Pemerintah Pusat, yaitu dengan membangun 10 Bali Baru, salah satunya NTT dengan Labuan Bajo Flores, Bima, Lembata, dan Alor yang ditetapkan sebagai 1 dari 5 Destinasi Super Prioritas.

Presiden Joko Widodo tahun 2019 lalu saat berkunjung ke Labuan Bajo meningkatkan status Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata super premium. Dengan demikian, Labuan Bajo saat ini menjadi satu-satunya Destinasi Pariwisata Super Premium yang ada di Indonesia. *