MALAKA, metro7.co.id – Dinamika dalam musyawarah penetapan Anggaran Pendapatan Belanja  Desa (APBDes) Laleten, Kecamatan Weliman, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), justru memantik pertanyaan serta kritikan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Laleten yang menyoroti akan pengelolaan anggaran dana desa sekaligus jabatan ganda yang diterapkan di dalam struktur pemerintahan Desa Laleten selama ini.

Forum musyawarah ini berlangsung di aula rapat kantor Desa Laleten, Senin (31/5/2021).

Salah satu anggota BPD Laleten Roberthus Umbu mengatakan bahwa selama ini yang terjadi di Desa Laleten, apa yang telah direncanakan bersama tidak dapat dijalankan. Sehingga, masyarakat tidak merasakan dampak dari dana desa tersebut.

Kritikan yang sama juga datang dari Ketua BPD Laleten Daniel Bria Klau. Ia mempertanyakan mengenai dana covid-19 delapan persen yang dimana belum ditetapkan namun sudah dilakukan pencairan, namun tidak diketahui oleh BPD Laleten dan masyarakat Laleten tentang apa yang sudah dibelanjakan untuk menangani persoalan covid-19.

“Rencana anggaran belanja seharusnya juga diberikan kepada kami sehingga fungsi kontrol kami dapat berjalan. Bila kami tidak dibagikan rencana belanja fungsi kami untuk kontrol lewat mana?” tandasnya.

Pelaksana Tugas Camat Weliman Heny Benu ketika memberikan masukan kepada Pemdes Laleten mengatakan bahwa pengelolaan anggaran dana desa harus lebih terbuka termasuk jabatan aparat desa tidak diperbolehkan untuk rangkap jabatan.

Menjawab kritikan yang dilayangkan oleh ketua dan anggota Badan Permusyawaratan Desa Laleten, Pelaksana Tugas Kepala Desa Laleten Lorens Saba mengatakan bahwa BPD baik ketua maupun anggota akan sama-sama dengan Pemdes untuk melihat rencana anggaran belanja desa tahun 2021 barulah akan ditetapkan dalam APBDes. “Semuanya akan kita buka,” pungkasnya.****