MALAKA, metro7.co.id –  Pijar Timur, Yayasan Plan Internasional Indonesia, serta WASH SDG Program dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malaka deklarasikan desa Open Defecation Free (ODF) di aula susteran SSPS Betun, Jumat (25/6/2021).

Deklarasi ini menghadirkan dinas mitra dan stakeholder serta 23 desa binaan dan puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Malaka. Kegiatan ini langsung dibuka oleh Wakil Bupati Malaka.

Kegiatan deklarasi ini berhubungan dengan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di wilayah mitra kerja pada 23 desa di wilayah Kabupaten Malaka

Wakil Bupati Malaka Louise Luky Taolin usai kegiatan deklarasi ODF mengatakan, tahun lalu Malaka masuk lima besar angka stunting tertinggi di Nusa Tenggara Timur. Sehingga untuk mengantisipasi lonjakan stunting, Pemkab Malaka mendukung penuh program ini. Tentunya lewat intervensi dana desa dari masing-masing desa yang selama ini sudah bermitra dengan Pijar Timur dan Yayasan Plan Internasional Indonesia.

“Saya sudah sampaikan kepada para kepala desa yang hadir supaya mendukung program ini. Sebab program ini sangat baik dan bila program ini berjalan maka dipastikan pada tahun 2023 angka stunting kita akan menurun,” ujarnya.

Menurut Kim, pola hidup bersih dan sehat akan justru membantu masyarakat Malaka keluar dari yang namanya stunting lewat penyuluhan sanitasi total berbasis masyarakat yang dilakukan oleh Pijar Timur dan Plan Indonesia selain mencegah sekaligus menurunkan angka stunting di Kabupaten Malaka.

Pada tempat yang berbeda usai deklarasi, Manajer Marketing Plan Indonesia Aloysius J Papo kepada awak media memaparkan tentang hasil produksi kelompok binaan Plan Indonesia dan Pijar Timur berupa produksi kloset  yang sudah dihasilkan oleh 10 kelompok binaan pada sepuluh desa di wilayah Kabupaten Malaka.

“Ada hasil produk kloset karya dari kelompok binaan sudah menjadi konsumen masyarakat desa setempat. Dan, ada kelompok pembuat kloset yang telah menjalin kerja sama dengan pemerintah desa untuk pengadaan kloset jamban sehat,” ujarnya.

Aloysius berharap agar para kepala desa selalu memperhatikan usaha kecil menengah wirausaha sanitasi ini, sehingga usahanya dapat berkembang, tentunya tidak terlepas dari perhatian pemerintah daerah khususnya dinas terkait agar dapat terlibat untuk melihat bagaimana progres usaha produksi kloset dari pada kelompok sanitasi total berbasis masyarakat di desa yang menjadi binaan untuk terus berinovasi.

Menurutnya, hambatan atau kendala yang dialami kelompok produksi kloset di desa binaan kita adalah yang pertama modal usahanya dan yang kedua adalah pemasarannya. Sehingga pemerintah desa maupun kabupaten perlu membuka akses pasar bagi kelompok produksi kloset lewat jejaring, agar hasil produksi kloset semakin meningkat dan ekonomi kelompok usaha kloset pun baik,” imbuhnya.****