MANGGARAI BARAT, metro7.co.id – Seruput kopi. Kopi asli Bentang Alam Mbeliling (BAM) yang disajikan Manik Cafe Puncak Watu Api di tepi Jalan Trans Flores, Labuan Bajo-Ruteng, KM 17, Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Nikmat kopinya bercitarasa asli bentang alam Mbeliling. Senikmat alam nan hijau memesona. Lebih asyik di waktu senja karena ukiran sunset tertancap di gelas kopi Puncak Watu Api.

Dari puncak itu, Anda bisa menikmati pesona alam kota Labuan Bajo dan kawasan perairannya. Bentang lahan persawahan warga Kecamatan Komodo. Kita juga bisa menikmati secara gratis panorama sunset. Bumi ‘bersetubuh” dengan matahari jelang malam.

Dulu, kawasan puncak itu biasa saja, hutan belukar. Anselmus Raul pemilik puncak Watu Api giat menanam beraneka jenis tanaman buah-buahan, rambutan, pisang, durian di kawasan tersebut. Sejak tahun 2003, Ansel juga membangun pondok. Menetap di situ. Saat musim panen, buah rambutan dijual secara eceran di kawasan tersebut. Hasilnya lumayan, ratusan ribu rupiah sehari.

Beberapa tahun kemudian, kawasan Puncak Watu Api mulai ramai. Sejumlah bidang tanah di kawasan tersebut dilego pemiliknya kepada para konglomerat. Tetapi Ansel tidak tergoda. Profesinya sebagai petani tak tergadaikan. Ia konsisten sambil berinovasi.

Saat itu. Geliat pembangunan infrastruktur fisik dan kepariwisataan di Kabupaten Manggarai Barat berjalan cepat, secepat arus pertambahan penduduknya. Tahun 2015, pembenahan infrastruktur jalan pun digencarkan. Pelebaran ruas jalan Trans Flores dan jalan kabupaten ke destinasi ekowisata juga dilakukan secara masif.

Arus kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik ke wilayah itu makin ramai. Tidak hanya ke Pulau Komodo, Rinca, Padar. Kunjungan wisatawan ke destinasi behind of Komodo seperti Air terjun Cunca Rami, Cunca Wulang, Danau Sano Nggoang juga tidak kalah ramai.

Buka Warkop

Tahun 2016, Ansel bersama sang istri Firmina Natalia mulai menata Puncak Watu Api makin “menyala”. Pelan tapi pasti. Bermula dari sebuah pondok kecil. Menjual buah-buahan eceran hasil jerih payah sendiri. Selanjutnya membuka warung kopi (warkop). Kopi tumbuk jadi icon warkop itu. Selain kopi, juga menyiapkan menu makanan seturut selera pengunjung.

“Kebanyakan pengunjung adalah para pelaku wisata dan bule yang berwisata ke Air terjun Cunca Wulang, Cunca Rami, Danau Sano Nggoang dan Wae Rebo. Selain itu juga paraboengguna jalan Trans Flores yang singgah di sini. Sambil minum kopi, mereka menikmati keindahan alam dari puncak ini,” ujar Ansel saat media bertandang ke warkop itu.

Ia merinci, satu gelas kopi dijual Rp 5000. Selain kopi, Dia juga sajikan mie telur Rp 10.000/porsi. Nasi goreng Rp 25.000 dan nasi telur Rp 15.000/porsi. Menu warkop yang disiapkan tergantung permintaan khusus wisatawan. Hitung-hitung, penghasilannya mencapai Rp 1 juta per hari. Warkop itu makin tahun ramai pengunjung. Bahkan ia kewalahan melayani para pengunjung.

Bangun Cafe

Pada September 2019, hingga Februari 2020 Ansel membangun sebuah Cafe baru 3 lantai di samping warkop. Dia menggelontorkan anggaran sebesar Rp 250 juta. Cafe itu terbuat dari kerangka kayu.

Di lantai 1 tersedia toilet, kamar mandi dan sebuah kamar ganti. Lantai 2 dan lantai 3 untuk restoran. Di lantai 3 terdapat 24 kursi dan 8 meja kecil terbuat dari kayu jati.

Namun, sejak awal Mei 2020, Resto Puncak Watu Api ditutup sementara karena terdampak pandemi virus corona. Pengujung sepih. Akibatnya Ia kehilangan penghasilan Rp 1 juta sehari. Sembari menanti badai corona berlalu, ia terpaksa mundur lagi ke kebun kemiri guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pada masa adaptasi kebiasaan baru, Puncak Watu Api kembali ramai pengunjung. Manik Cafe yang baru selesai dibangun dibuka untuk umum.

Ayah empat anak ini lebih lanjut mengatakan, Manik Cafe menyiapkan menu makanan pangan lokal dan minuman sesuai selera pengunjung. Ansel juga sedang berusaha agar Manik Cafe dapat menggelar live musik dan full jaringan wifi.

Sejalan dengan itu, Ansel sejak awal membudidaya ikan Lele, ikan Nila dan ikan Karpel untuk menu makanan di Manik Cafe.

“Saya sudah siapkan dua bak ikan ukuran 5×10 meter,” kata Ansel seraya berharap badai corona ini segera berakhir sehingga resto barunya mulai operasional.

Anselmus Raul (50), warga petani di Melo Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat. Sejak tamat SMA Negeri I Komodo tahun 1991, Dia tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi lantaran ekonomi orang tuanya pas-pasan.

Ansel kembali ke kampung, menekuni profesinya sebagai petani. Ia menanam Rambutan di kawasan Puncak Watu Api. Energi masa lajangnya ditumpahkan di kawasan itu.

Dari usaha kuliner yang ditekuninya sejak tahun 2016, Ansel mampu menyekolahkan 4 anaknya hingga ke Perguruan Tinggi. Anak sulung, Arfi lulus PT Pariwisata di Jogya. Putri kedua, Fiana sedang kuliah Informatika di Jogya. Sedangkan putra semata wayang mereka, Melki kelas III SMKN I Komodo dan putri bungsu Ananta baru masuk SMP tahun ini. *