MANGGARAI BARAT, metro7.co.id – Porong Tedeng, nama salah satu kampung di Desa Coal, Kecamatan Kuwus. Terletak di ufuk timur Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Asal-usul penduduk asli yang menghuni Kampung Porong Tedeng adalah suku Bung. Penduduk suku Bung yang sebelumnya tinggal di Kampung Lida, kemudian hijrah ke Purang Tedeng yang kini jadi Porong Tedeng.

Konon kisahnya, penduduk Kampung Lida pada zaman itu masih menggunakan “tarip” (sejenis busana pada zaman itu terbuat dari dedaunan yang diikat dengan tali untuk menutup aurat.

Tahun 1950 setelah kemerdekaan Indonesia, masyarakat di Kampung Lida berpindah ke tempat yang lebih nyaman sekitar 30 menit berjalan kaki dari Kampung Lida.

Tempat yang mereka tuju terletak di daerah perbukitan yang sebagian besar wilayah itu dikuasai oleh Dalu Kolang (Hamente Kolang). Dalu adalah sebutan untuk pemimpin/kepala wilayah pada zaman penjajahan Belanda. Wilayah kekuasaan seorang Dalu disebut Hamente (setingkat Kecamatan sekarang).

Tempat yang mereka tuju di perbukitan itu pada mulanya diberi nama Purang Tedeng. Purang dalam bahasa Manggarai artinya rawa-rawa, Tedeng artinya selamanya.

Seiring perjalanan waktu, masyarakat suku Bung yang menghuni kampung Purang Tedeng kemudian mengubah nama Kampung tersebut menjadi Porong Tedeng. Salah seorang tokoh adat di Kampung Purang Tedeng memelopori pemberian nama kampung Porong Tedeng. Porong artinya melihat. Tedeng artinya selamanya. Porong Tedeng = melihat selamanya.

Nama kampung Porong Tedeng semakin terkenal oleh karena sering menggelar lomba pacuan kuda. Banyak orang yang datang menyaksikan secara langsung lomba pacuan kuda tersebut.

Salah seorang tokoh adat di Kampung Porong Tedeng adalah bapak Yakobus Darut. Bapak Yakobus memiliki seorang anak laki-laki, Rofinus Agus. Beliau tersohor karena memiliki kemampuan mumpuni dalam hal pacuan kuda. Dia juga piawai melatih kuda liar menjadi jinak saat mengikuti lomba pacuan kuda.

Sayangnya, pacuan kuda pada zaman itu di Kampung Porong Tedeng hilang tergerus arus zaman. Arena balap kuda kemudian dijadikan sebagai akses jalan raya umum yang kini menghubungkan Golo Welu dengan Kampung Porong Tedeng dan dijadikan tempat pemukiman warga.

 

Bukit Porong

Singkat kisah, bukit Porong menjadi tempat nyaman untuk bercinta. Warga setempat meyakini bahwa kisah cinta pria dan wanita yang bersemi di Bukit Porong menjadi cinta abadi selamanya hingga ajal menjemput.

Satu contoh pasangan suami istri yang bersemi di Bukit Porong adalah Rofinus Agus dan Agata Giwul yang langgeng hingga hari ini. Pasutri ini adalah petani di Kampung Porong Tedeng.

Rofinus Agus salah seorang tokoh adat yang sangat berpengaruh di Kampung Porong Tedeng sampai saat ini. Karena ketokohannya, dia dikagumi.

Generasi setelahnya adalah bapak Belasius Parus. Dia dipercaya warga setempat menjadi Tu’a Beo (pemimpin kampung) selain karena ketokohannya, juga berpendidikan tinggi (sarjana).

Belasius Parus selaku Tu’a Beo Porong Tedeng sangat mendukung gagasan, semangat dan pergerakan anak muda/millenial di Kampung Porong Tedeng.

Kini generasi muda bersama seluruh warga Kampung itu sedang gencar “menyulap” Bukit Porong menjadi destinasi wisata alam baru di kawasan tersebut.

Mereka bahu-membahu menjadikan bukit Porong sebagai salah satu daya tarik wisata alam yang instagrammable dengan panorama alam menakjubkan. Dari puncak perbukitan Porong, Anda dapat menikmati secara gratis atmosfer Porong Tedeng sejauh mata memandang.

Dari bukit Porong, Anda menikmati hamparan sawah yang menempel pada lereng-lereng bukit. Menikmati bentangan pemukiman warga sekitar di balik bukit.

 

Bersambung…..