MANGGARAI BARAT, metro7.co.id – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2020 sebesar Rp1.950.000 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur NTT Nomor 367/Kep/HK/2019 tanggal 1 November 2019. Namun di lapangan masih ada perusahaan yang mengupahkan karyawannya di bawah UMP tersebut. Seperti yang terjadi di Kabupaten Manggarai Barat.

Data Metro7.co.id yang bersumber dari Sekretaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kabupaten Mabar, Marselinus Sani Ngarung menyebutkan, 21 dari total 171 perusahaan di Labuan Bajo memberikan upah karyawannya di bawah standar UMP yang telah ditetapkan Pemprov NTT.

Marsel Ngarung menjelaskan, hasil monitoring Dinas Nakertrans di dalam kota Labuan Bajo, 21 perusahaan yang upah karyawannya di bawah UMP yakni hotel-hotel melati, warung dan pertokoan.
Sedangkan upah karyawan yang bekerja pada 150 perusahaan lainnya di Labuan Bajo telah sesuai standar UMP NTT yang besarannya Rp. 1.950.000 per bulan.

“Sebagian besar perusahaan, terutama usaha perhotelan di Labuan Bajo sesuai standar UMP NTT. Namun masih ada 21 perusahaan yang tidak sesuai standar UMP,” jelas Marsel yang ditemui media ini di ruang kerjanya, Selasa (4/8/2020).

Marsel jelaskan alasan perusahaan membayar upah karyawannya di bawah UMP karena ada kesepakatan antara buruh dan majikan saat mereka melamar kerja. Selain itu penghasilan perusahaan masih kecil katena sumber daya karyawan perusahaan itu juga tidak memadai.

“Di satu sisi, kita mau menegakan aturan. Namun, lain sisi kita juga memikirkan nasib buruh. Takut, mereka tidak diterima untuk bekerja, hanya karena upah. Juga kita memikirkan kemampuan perusahaan untuk membayar. Terutama, usaha yang baru dirintis,” jelasnya.

Selama ini, kata dia, belum ada karyawan perusahaan yang mengadu ke Dinas Nakertrans terkait masalah upah. Sosialisasi Dinas Nekertrans terkait UMP telah dilakukan kepada para pemilik perusahan. Sosialisasi kepada karyawan belum dilakukan.

“Sosialisasi yang kami lakukan selama ini hanya kepada para pemilik perusahaan. Kami belum sosialisasi kepada para karyawan,” ujar Marsel Ngarung.

Ditanya apa sanksi yang diberikan Dinas Nakertrans kepada perusahaan yang tidak memenuhi standar UMP, Marsel mengatakan, kewenangan untuk memberikan sanksi bagi perusahaan, itu kewenangan Dinas Nakertrans Provinsi NTT.

“Kami hanya mendata dan melaporkan ke Provinsi. Kami hanya memberi imbauan kepada pemlik toko. Keputusan untuk menindak, itu kewenangan Dinas Nakertrans Provinsi,” tukasnya.

Terpisah, EB (25) seorang karyawan yang bekerja di salah satu toko barang di Labuan Bajo, mengaku belum tahu secara pasti angka UMP. Dia mengungkapkan, upah yang diterimanya dari pwmilik toko sebesar Rp 1.600.000. Dia mengaku uoah sebesar itu sudah cukup baginya yang masih membujang di kota Labuan Bajo.

“Selama ini saya hanya bekerja. Saya tidak repot dengan UMP atau apalah namanya. Intinya, saya bekerja dan mendapat upah,” terangnya kepada metro7.co.id, Rabu (5/8/2020).

Dia berharap agar pemerintah memperhatikan upah para buruh. Selain itu, pemerintah juga mesti mensosialisasikan besaran UMP kepada para buruh.

“Harapannya pemerintah bisa memperhatikan para buruh dan menaikkan gaji sesuai UMP. Juga memberitahu ke kami berapa UMP sebenarnya,” pintanya.

Dia dan beberapa temanya ditawari majikan untuk urus kartu BPJS. Gajinya dipotong 2% perbulan untuk BPJS. Tapi dia menolak tawaran majikannya. “Saya tidak mau urus kartu BPJS kalau gaji saya dipotong 2%,” tegasnya. *