SIANTAR, metro7.co.id – Terkait dengan adanya kabar bahwa PT Agung Beton tidak bertanggungjawab atas insiden kecelakaan kerja yang menimpa seorang karyawan bernama Teguh Syahputra Ginting, hingga mengakibatkan tangan sebelah kirinya putus ketika bekerja dibantah oleh Abdi Purba selaku kuasa hukum dari PT Agung Beton Parsada Utama.

Pada saat ditemui, Abdi mengatakan kalau mereka telah bertanggungjawab penuh dengan kejadian yang menimpa Teguh.

“Ketika insiden yang menimpa Teguh itu terjadi, kita langsung membawa dirinya ke Rumah Sakit Vita Insani (RSVI), namun karena pihak rumah sakit tidak sanggup menanganinya, akhirnya kita bawa ke Rumah Sakit Murni Teguh dan Teguh mendapat perawatan disana selama 3 bulan,” ucap Abdi saat ditemui di Jalan Cipto, Kecamatan Siantar Timur, Jumat (18/12/2020).

Bahkan selama Teguh dirawat, pihak dari PT Agung Beton membantu akomodasi baik itu untuk Teguh sendiri dan juga orangtuanya. Hanya saja di bulan ke empat, datang beberapa oknum militer untuk memediasi kepada perusahaan, agar perusahaan mengganti rugi atas kejadian yang menimpa Teguh.

“Saat bertemu kepada oknum Militer ke perusahaan PT Agung Beton, dengan tujuan memediasi, pihak perusahaan pada saat itu bersedia untuk memberikan ganti rugi, tapi perusahaan PT Agung Beton mengatakan agar Teguh mendapatkan perawatan terlebih dahulu. Karena nanti kita tinggal terima penangguhan dari pihak ketenaga kerjaan, disamping itu juga perusahaan juga memberikan partisipasinya untuk si Teguh,” ujarnya.

Lanjutnya, hanya saja sebelum datang pihak dari Dinas ketenagakerjaan, mereka (oknum militer) meminta ganti rugi kepada pihak perusahaan, dan pada saat itu kita menawarkan uang sebesar Rp 50 juta disamping dari Dinas ketenagakerjaan.

Namun itikat baik dari perusahaan ditolak oleh para oknum militer tersebut, dan mereka meminta kepada perusahaan agar mengganti rugi sebesar Rp 3 Milyar. Hanya saja menurut Abdi, kalau peraturan tersebut tidak ada didalam Undang-undang ketenagakerjaan, sehingga pihak perusahaan enggan memberikan uang begitu besar kepada oknum militer.

“Kita kan belum begitu pasti apakah dirinya (Teguh) murni kecelakaan kerja atau diakibatkan kelalaiannya sendiri. Karena disaat bel berbunyi untuk melanjutkan pekerjaan, karyawan itu semua harus naik ke atas dan tidak boleh ada yang dibawah,” pungkasnya.

Belakangan diketahui, pihak dari Teguh memasukan surat kepada perusahaan PT Agung Beton dengan meminta uang sebesar Rp 1.156 juta. Hanya saja itu tidak sesuai dengan peraturan per undang-undangan ketenagakerjaan, sehingga lagi-lagi perusahaan menolaknya.

Karena menurutnya, sudah ada biaya untuk kecelakaan kerja yaitu sebesar Rp 100 juta dan itu langsung dikeluarkan oleh Dinas Ketenagakerjaan, namun pihak dari Teguh tidak mau menerimanya dan tetap meminta uang sebesar Rp 1.156 juta.

“Dan permintaan uang sebesar Rp 1.156 juta dilampirkan didalam surat permohonan yang mana dibawah surat tersebut bertuliskan, apabila pihak Agung Beton tersebut memberikan uang sebesar Rp 1.156 juta, pihaknya akan mencabut laporan ke kantor polisi,” tuturnya.

Lanjutnya, jadi ia sebagai penasehat hukumnya, menilai kalau tulisan itu sudah merupakan ancaman bagi PT Agung Beton. “Bahkan kita sudah sering menghadapi yang meninggal pun diperusahaan tidak ada ganti ruginya seperti itu, tapi pihak Teguh memperkalikan dari ketentuan, sehingga kita tidak mau terima,” katanya.

Dalam laporan mereka ke Kantor Polisi, mereka membuat pasal 360 yang mana dipasal tersebut berbunyi tentang kecelakaan kerja. Hanya saja biaya yang mereka minta tidak sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan, sehingga pihak PT Agung Beton tidak memberikan sesuai permintaan pihak dari Teguh. *