Oleh: Suriska Amelinda, Mahasiswa Prodi Agribisnis, STIPER Amuntai

“Ancaman Krisis pangan itu bukan besok, bukan lusa, hari ini sudah di depan mata kita, kurang apa Allah kasih kita air yang banyak, kurang apa kita dikasih angin yang terus bertiup, kurang apa kita diberikan matahari,” ujar Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada sambutannya dalam acara peringatan Hari Krida Pertanian, Rabu (22/6/2022).

Saat ini dunia sedang menghadapi krisis pangan yang menjadi ancaman bagi semua negara, termasuk juga negara kita Indonesia. Krisis pangan adalah suatu kondisi kelangkaan pangan yang dialami sebagian besar masyarakat suatu wilayah dan malnutrisi menjaring meningkat dengan tajam. Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang,secara merata baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan di seluruh wilayah Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada. Pola konsumsi pangan orang Indonesia tidak terlepas dari peran pemerintah yang cenderung menyeragamkan pangan pokok nasional hanya pada beras dan juga pemikiran masyarakat Indonesia yang dari dulu beranggapan bahwa nasi makanan pokok yang tidak dapat diganti dengan makanan lain atau dengan kata lain belum kenyang jika belum makan nasi. Jika konsumsi beras yang juga dibarengi dengan populasi manusia yang terus meningkat dikhawatirkan konsumsi beras melebihi hasil produksi pertanian yang diperkirakan bisa terjadi krisis beras.

Salah satu kebijakan yang sesuai diterapkan di Indonesia untuk mengantisipasi krisis pangan dan supaya tidak bergantung pada negara lain adalah kebijakan diversifikasi konsumsi pangan. Upaya diversifikasi tanaman pangan yang dilakukan agar masyarakat tidak ketergantungan terhadap satu tanaman pangan saja dengan mengadakan lebih dari satu jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Sedangkan diversifikasi pangan memiliki arti yang lebih luas yaitu penganekaragaman pangan yang berarti dalam satu minggu masyarakat tidak harus mengonsumsi nasi untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Kebutuhan karbohidrat harian itu dapat diganti dari sumber makanan lain selain beras, seperti jagung, singkong dan lain lain. Mengingat, Indonesia memiliki beragam tanaman pangan yang dapat dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Upaya penganekaragaman pangan sangat didukung dengan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia yang melimpah. Indonesia memiliki kekayaan pangan, seperti sumber karbohidrat sebanyak 77 jenis, kacang-kacangan sebanyak 96 jenis, buah-buahan sebanyak 389 jenis dan sayuran sebanyak 228 jenis, ini merupakan modal utama dalam menambah kekayaan bentuk dan gizi makanan. Fokus mengembangkan pangan lokal berdasarkan keunggulan komparatif wilayah mengandalkan sumber daya lokal akan mendorong ekonomi dan memandirikan daerah dalam mengantisipasi krisis pangan melalui konsumsi yang beragam.

Diversifikasi pangan juga merupakan salah satu cara menuju swasembada beras dengan mengurangi konsumsi beras sehingga total konsumsi tidak melebihi jumlah produksi padi dari petani. Sebagian besar masyarakat masih beranggapan bahwa diversifikasi pangan adalah pengalihan pola makan yang tadinya mengonsumsi makanan pokok beras menjadi non beras, misalnya hanya saat siang saja makan nasi lalu pagi dan malam makan umbi-umbian dan buah. Kita dianjurkan makan nasi tidak lebih dari 400 gram per hari untuk orang dewasa, dengan pola makan yang beragam dan bergizi dapat mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Sehingga sekarang banyak kegiatan pemerintah bermunculan berbagai pameran dan penyuluhan masak-memasak yang menggunakan bahan baku non beras seperti dari jagung umbi-umbian atau sejenisnya dengan harapan masyarakat Indonesia akan beralih pada pangan non beras