Oleh : Hervita Liana, SH
(Ketua OPD PPUA Disabilitas Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Disabilitas Kalimantan Selatan)

Politik diperkirakan berlangsung pada pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2020 ini pada Tanggal 9 Desember Tahun 2020.

Karena selain menjadi pilkada dengan jumlah daerah terbanyak dalam sejarah pelaksanaan pilkada langsung serentak di Indonesia, pilkada 2020 juga merupakan kontestasi politik terakhir sebelum hajatan pemilihan umum tahun 2024.

Sebagai pemilih dalam pemilu adalah penyandang disabilitas,yang seringkali menemui hambatan dalam menjalankan hak mereka.

Meskipun dalam UU No.8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, hak politik penyandang disabilitas dijamin penuh oleh pemerintah pasal 75 ayat 2 UU tersebut berbunyi: pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih.

UU No.7 Tahun 2017 tentang pemilu, penjelasan pasal 5 berbunyi yang dimaksud dengan kesempatan yang sama adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada penyandang disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaran negara dan masyarakat.

Mengacu pada isi kedua UU diatas, maka perlu adanya persiapan yang baik dari KPU dalam memenuhi amanah dan isi aturan negara dalam memenuhi hak para penyandang disabilitas.

Meskipun pendataan penyandang disabilitas sudah dimulai dilakukan sejak tahun 2019. Namun prosentase penyandang disabilitas yang menggunkan hak pilih mereka sangat kecil.

Komisi pemilihan umum melakukan pendataan penyandang disabilitas di setiap daerah kab kota pemilihan dan membuat kolom khusus untuk calon pemilih dalam daftar pemilih sementara (DPS) dan daftar pemilih tetap (DPT).

Termasuk ragam penyandang disabilitas masing-masing pemilih itu. Tentu saja pendataan ini dibuat dengan harapan adanya perubahan dalam melayani penyandang disabilitas saat mereka menjalankan kewajiban sebagai warga negara, meski ada beragam hambatan yang dialami para penyandang disabilitas.

Bagaimana dengan layanan agar seorang dengan hambatan akibat disabilitas dapat berperan dalam menjalankan hak politik mereka?.

Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa aksesibilitas dalam pemilihan umum belum benar-benar terjadi, tempat pemungutan suara (TPS) yang berundak menyulitkan pengguna kursi roda.

Surat suara tanpa template khusus menyulitkan penyandang disabilitas sensorik netra saat akan melakukan pencoblosan atau salah saat mencoblos yang mengakibatkan surat suara menjadi tidak sah atau dianggap rusak.

Terjadinya penolakan terhadap penyandang disabilitas mental yang dianggap sebagai orang yang tidak mampu menjalankan haknya karena kondisi mentalnya.

Kondisi pandemi, membuat semakin terbatasnya ruang gerak seseorang disabilitas.para penyandang disabilitas yang disebabkan oleh sakit tertentu, tentunya membatasi diri untuk keluar rumah.

Perlu kerja keras dan kerja cerdas untuk memenuhi target, berbagai hal ini perlu dilakukan dengan serius, misal dengan pemenuhan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, baik berupa kesiapan fisik TPS, penyediaan template khusus untuk penyandang disabilitas sensorik netra dan pendamping saat pencoblosan.

Salah satu yang dapat dilakukan oleh KPU Kab kota di Kalimantan Selatan adalah dengan sistem jemput bola, cara jemput bola sudah dilakukan bagi pasien-pasien rumah sakit yang tetap ingin menggunakan hak pilih mereka saat pilpres tahun lalu.

Jika ingin mendapatkan hasil yang luar biasa, memang dibutuhkan kerja yang luar biasa.

Salam Demokrasis semua teman-teman penyandang disabilitas dimana pun kalian berada dan jangan lupa gunakan hak politik yang dilindungin undang-undang. Salam sehat dan sukses buat penyelenggaran pemilu semua. ***