JAKARTA, metro7.co.id – Indonesia masih harus melewati jalan terjal menuju perekonomian yang lebih baik. Apalagi, ancaman resesi membayangi. Jika angka pertumbuhan pada kuartal III kembali minus, Indonesia menyusul belasan negara yang sudah lebih dulu masuk jurang resesi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa analisis dinamika ekonomi pada kuartal II tidak menyenangkan. Kementerian Keuangan memproyeksi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini minus 1,1 persen sampai 0,2 persen.

Dikutip dari Jawapos.com “Lower end prediksi kita menunjukkan bahwa pada kuartal III 2020 masih akan terjadi negative growth dan kuartal IV masih dalam zona di bawah netral,” ujar Ani, sapaan Sri Mulyani, di gedung DPR kemarin (2/9) .

Dia menambahkan, kondisi itu muncul sebagai dampak pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 yang minus 5,32 persen. Selain itu, ketidakpastian ekonomi global terus menjadi tantangan perekonomian domestik.

“Tentu bergantung juga pada trajectory pemulihan ekonomi global. Yaitu, bagaimana negara-negara maju di Amerika, Eropa, Jepang, dan RRT bisa memengaruhi dan memulihkan perekonomian dunia,” terang Ani.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, dampak pandemi memang dirasakan seluruh negara di dunia. Sama dengan Indonesia, mereka juga memerlukan banyak anggaran untuk penanggulangan pandemi.

Itu tentu membuat banyak negara menarik utang dan melebarkan defisit. Pemerintah RI bahkan melebarkan defisit APBN menjadi 6,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal itu dilakukan karena tingginya pendanaan yang diperlukan untuk berbagai sektor dalam penanganan pandemi.

“Semua negara menggunakan fiskal sebagai tools untuk countercyclical, tapi dari sisi pengaruh Covid-19 yang begitu dalam dan melumpuhkan ekonomi,” lanjut Ani.

Apalagi, langkah-langkah yang diambil untuk menanggulangi pandemi cukup drastis. Misalnya, lockdown alias kuntara total yang menyebabkan kelumpuhan demand dan supply.

Dia menyebutkan, setidaknya ada 20 negara yang mengalami pelebaran defisit untuk penanganan pandemi. Wilayahnya pun bervariasi. Dari Benua Amerika, Eropa, hingga negara-negara di Asia. Mereka serentak melebarkan defisit anggaran.

Di tempat yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan bahwa pemulihan ekonomi nasional akan terjadi tahun depan. Dengan kondisi ekonomi yang diyakini membaik, dia memproyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 bisa mencapai level 5,8 persen.

“Yang disampaikan Bu Menteri Keuangan cukup realistis dan sejalan dengan perkiraan kami di Bank Indonesia. Untuk tahun 2021 pergerakan kisarannya adalah 4,8 persen sampai 5,8 persen,” tuturnya.

Perry menyebutkan, optimisme itu didasarkan pada beberapa indikator. Di antaranya, perbaikan ekonomi global, stimulus fiskal yang digelontorkan pemerintah, hingga berbagai instrumen kebijakan BI yang terus bersifat akomodatif.

Bank sentral juga memproyeksikan nilai tukar rupiah pada 2021 berada di kisaran Rp 13.900 per USD sampai Rp 14.700 per USD. “Angka ini pun masih sejalan dengan proyeksi yang disampaikan pemerintah dalam RAPBN 2021 sebesar Rp 14.600 per USD,” tandasnya.