Siapa yang tak mengenal seorang putri dari Kerajaan Banjar, dia adalah Putri Mayang Sari yang merupakan anak perempuan dari Raja Mata Habang (Raja Mata Merah) atau yang dikenal dengan nama Raja Banjar, Sultan Suriansyah.
Mengapa seorang Putri dari Kerajaan Banjar dimakamkan di Jaar , Tamiang Layang Kabupaten Bartim ? Berikut hasil petikan M.Jaya Koresponden Metro7 di Tamiang Layang saat melakukan konfirmasi dengan Seto Lansai, di temani dengan Idawati atau dengan sebutan mama Petros penjaga makam sekaligus juru kunci makam Putri Mayang Sari.
Pada abad ke 14 – 15 , di wilayah Barito (sekarang Kab. Barito Timur) ada keturunan dayak yang terbagi dari Dayak Kampung sepuluh , Dayak Benua Lima, Dayak Lawangan, dan Dayak Paju Epat. Diantara keturunan Dayak ada garis keturunan yang disebut Uria atau oring kaya/terhormat.
Garis Uria tersebut tidak jatuh pada keturunan Dayak Kampung Sepuluh, Dayak Lawangan, Dayak Paju Epat melainkan hanya pada Dayak Benua Lima. Keturunan Uria terdiri dari dua orang Dayak Benua Lima yang bernama Uria Mapas Negara dan Uria Rinyam.
Dulunya keduanya hidup akur, rukun dan damai. Namun dalam perjalanan hidup terjadi perselisihan paham kepercayaan masalah anutan dalam adat Kaharingan. Sehingga, Uria Rinyam bermukim di wilayah Kampung Dayak Paju Sepuluh (Sekarang Desa Dayu, kecamatan Karusen Janang) dengan membawa adat istiadat kepercayaan walaupun ada beberapa benda pusaka yang sama dan kesamaan adat seperti Abeh dan Batu Maruken.
Setelah tumbuh besar di Kampung Dayu, Uria Rinyam yang memiliki wajah rupawan merantau dan bekerja di Kerajaan Banjar di Kayu Tangi (Sekarang Kota Banjarmasin, Provinsi Kalsel). Akhirnya, Uria Rinyam dipercayakan Raja Banjar, Sultan Suriansyah sebagai pembantu/pengawal kerajaan.
Segala kepengurusan di Kerajaan Banjar dipercayakan kepada Uria Rinyam. Ini karena pengabdian Uria rinyam yang setia kepada Raja Banjar. Namun, kepercayaan Raja Banjar yang memiliki panggilan Raja Mata Habang (Raja Mata Merah) kepada Uria Rinyam buyar seketika, saat mengetahui istrinya memiliki hubungan khusus dengan Uria Rinyam.
Hubungan Uria Rinyam dengan sang istri Raja Banjar itu terjadi karena ketampanan  wajah Uria Rinyam yang membuat takjub. Sedangkan Uria Rinyam sendiri tak bisa menahan diri karena sering datangnya godaan–godaan dari istri Raja Mata Habang.
2
Sultan Suriansyah dikenal sebagai Raja yang sering bepergian ke berbagai wilayah Kerajaan di hulu Barito (sekarang Muara Teweh Kabupaten Barito Urata dan Puruk Cahu, Kab. Murung Raya) untuk urusan kerajaan. Karena sering bepergian, terciptalah kesempatan antara Uria Rinyam dan Ratu Galuh Banjar sering bertemu sehingga hubungan mereka kian erat.
 (hubungan yang kian erat tersebut membuat sang juru kunci tidak bisa menceritakan dan demikian pula dengan si penulis yang tidak bisa menceritakannya kembali dalam bentuk tulisan)
Hingga suatu hari Uria Rinyam mendapat kabar bahwa Raja Banjar, Sultan Suriansyah pulang dari Puruk Cahu ke istana Banjar. Mendengar kepulangan sang Raja Banjar, Uria Rinyam langsung bertolak pulang ke Dayu, tempat dia dilahirkan dan besar.
Sesampainya di Sungai Barito wilayah Hulu Marabahan (sekarang Kabupaten Batola, Kalsel) Uria Rinyam berpapasan dengan Sultan Suriansyah dan saling berjabat tangan. Namun, Sang Raja Banjar menyimpan amarah dengan Uria Rinyam. Sebab tubuh Uria rinyam mengeluarkan aroma minyak wangi milik Ratu Galuh Banjar yang tidak lain adalah istrinya sendiri.
Minyak wangi setambol tersebut merupakan ciri khas dari istrinya yang biasa dipakai di istana kerajaan dan aromanya bisa di cium hingga kejauhan 3 Kilometer. Sultan Suriansyah hanya bisa bergumam dan bertanya-tanya di dalam hati serta memendam amarah yang cukup besar saja. Hal ini karena belum adanya bukti–bukti yang kuat menyatakan bahwa ada hubungan lain antara istrinya dengan pengawal kepercayaannya itu.
Setibanya di istana Banjar, sang raja memanggil istrinya dan meminta berkata dengan sejujur-jujurnya untuk bercerita, mengapa aroma minyak wangi Setambol yang bisa digunakan istrinya di istana Banjar bisa melekat di tubuh Uria Rinyam. Walaupun sering mengelak alias ngelis, akhirnya Ratu Galuh Banjar pun bercerita dengan kejujurannya, dan diakuinya bahwa ada hubungan khusus dirinya dengan Uria Rinyam secara diam-diam tanpa sang raja.
Raja Banjar pun tak elak menahan emosinya hingga marahnya kada katulungan (marahnya tak terbendung, red) kepada istrinya hingga istrinya diungsikan ke suatu tempat (konon kabarnya, istrinya tak diungsikan, melainkan dihukum sesuai syariat agama Islam). Sedangkan Uria Rinyam menerima Patok Bekaka (sebuah patung yang memiliki lambang dengan simbol ukiran khusus untuk tanda-tanda berisi  pesan) di minta untuk segera dan harus datang ke Kerajaan dengan mencukur rambut karena ingin diangkat untuk menggantikan sang Raja Banjar. bersambung…..