SIANTAR, metro7.co.id – Dampak wabah virus corona yang sudah menjamur diberbagai daerah di Indonesia, membuat Pengrajin Tenun terkhusus diwilayah Sumatra Utara lebih tepatnya di Kota Pematang Siantar kewalahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kota Siantar yang terkenal dengan budaya tradisional dan ditempati oleh berbagai suku maupun ras dan budaya yang ada di Indonesia. Kota Siantar juga merupakan kota yang banyak didominasi oleh Suku Batak.

Selain itu Kota Siantar juga dikenal kota yang sangat toleran terhadap keberagaman, baik itu dalam kehidupan berbudaya dan beragama.

Kain Ulos yang sudah tidak Asing lagi di Sumatera Utara, kain ulos adalah kain tenunan suku Batak Toba yang sering juga dijadikan oleh-oleh khas dari Toba.

Ulos sering digunakan baik dalam kehidupan sehari-hari, ulos juga dipakai dalam ritual atau upacara adat Batak baik dalam suka maupun duka. Pada umumnya dikota Pematang Siantar pembuatan Ulos dilakukan secara manual atau tradisional oleh masyarakat itu sendiri.

Namun sayangnya pasca wabah virus corona menyebar, masyarakat mulai kewalahan untuk menutupi biaya produksi dan makan sehari-hari.

Untuk itu awak media ini mencoba menyambangi salah seorang Penenun Tradisional yang beralamat di Jalan Dalil Tani Unjung Kelurahan Tomuan, Kecamatan Siantar Timur. Boru Sibarani (30) merupan salah seorang penenun tradisional, dimana kurang lebih tujuh tahun lamanya ia telah membuka usaha tenun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari nya.

“Tujuh tahun lebih kami sudah bertenun,” ucap Boru.

Menurut nya membuka usaha tenun merupakan salah satu usaha yang cukup praktis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Dulu enak lah bang klo bertenun bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari” ujarnya.

Masih dengan Boru Sibarani, tetapi sekarang tidaklah mudah, dimana pasca pandemi covid-19 merebak, harga Kain Ulos menurun drastis bahkan sudah tidak laku lagi.

“Dulu bang Harga Ulos itu lumayan, Kalau Ulos Angkola Si Tuju Harganya mencapai Rp 50 ribu, Angkola Si Lima Rp 32 ribu, Tikar-Tikar Rp 24 ribu. Tetapi sekarang harga ulos drastis menurun bahkan sudah tidak dibeli lagi oleh toke dipasaran”, Keluh Boru Sibarani.

“Gimanalah bang, ulos pun dah gak laku, karena pesta adat sudah tidak diperbolehkan lagi. Jadi untuk makan pun gak ada lagi, padahal pekerjaan pokok kami bertenun. Cari pekerjaan lainpun sudah tidak ada lagi,” beber Boru Sibarani dengan mata berkaca-kaca.

Untuk itu, ia dan beberapa warga lainnya meminta agar Pemerintah Kota Pematang Siantar menaruh perhatian terhadap Penenun Tradisional.

Terpisah, Br Sagala (35), merupakan salah seorang Toke Ulos yang berjualan di Pasar Horas, Kota Pematang Siantar, Saat diwawacarai wartawan Selasa (22/09), sekitar pukul 12.00 wib.

“Dah sepi kali lah bang. Gak ada lagi pembelian, makanya terkadang aku gak jualan jadi kita pun tidak membeli lagi ulos dari para Penenun Tradisional. Gimana mau dibeli yang sudah ada saja tidak laku”. Ujar Br Sagala.****