BARABAI – Banyak adat istiadat yang ada di Indonesia tak terkecuali di Kalimantan Selatan (Kalsel). Seperti, Aruh Adat bagi aliran agama kepercayaan warga Dayak Meratus, di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).

Warga suku Dayak di Kampung Ramang, Patikalain, Kecamatan Hantakan, Kabupaten HST, lakukan Aruh Adat hingga menjelang pagi di Balai Adat Ramang, Sabtu (30/5) malam.

Aruh adat bagi Masyarakat Adat Meratus merupakan ritual suci bagi penganut aliran kepercayaan sebagai bentuk rasa syukur atas panen padi yang didapat dan tolak bala.

Kepala Balai Adat Ramang, Karani mengatakan bahwa Aruh Adat merupakan ritual rutin yang dilakukan oleh warga Adat Dayak Meratus.

“Rangkaian ritual “Aruh” terdiri atas beberapa tahapan,” kata Karani.

Ritual mengiringi saat padi dimasukkan ke bakul, minyak kapur, menggerak balai (mangganjar/bagandah) dengan tarian.

Seperti halnya dilakukan warga dayak meratus daerah lain, kegiatan aruh disertai dengan acara batandik (menari) disertai pembacaan mantra.

Kegiatan itu dilakukan sambil mengelilingi sesembahan oleh para balian yang dipimpin kepala balai. Selanjutnya, para tamu dan warga menyantap bersama aneka hidangan, berupa lamang, kue, dan lainnya.

Sejak mulai proses menanam padi, hingga usai panen, mereka selalu laksanakan ritual Aruh Adat.

“Ada tolak bala, mahanyari, dan kalang tahun. Janurnya beda-beda,” ujarnya.

Dari pengamatan metro7.co.id, banyak didapati di setiap ornamen berhias dengan janur-janur kuning, terdapat juga ruangan-ruangan kamar untuk istirahat dan menyimpanan makanan. Sangat terasa bau semerbak dupa di sekitar tempat acara adat itu dilaksanakan.

Acara ini digelar tak hanya satu malam, tapi beberapa malam. Mereka juga memakai sesajen.

Menurutnya, sesajen untuk roh-roh gaib guna menjaga mereka dari penyakit. Baik roh yang jaga digunung, sungai, batu, dan lainnya.

Selain itu, selama kegiatan berlangsung warga tidak boleh meninggalkan desa.

“Sebelum selesai, masyarakat tak bisa turun kebawah atau merantau,” kata Kepala Adat Karani.

Karani membeberkan, bahwa Budaya kami ini masih murni, tetuha adat disini masih menjaga kemurnian adat leluhur dan menolak disusupi judi dan minuman keras.

“Disini ada 25 KK, itu saya yang bimbing, didalam genggaman ini harus selamat semuanya, pertama dipanjangkan umur, rezekinya, dipertahankan imannya, makanya di Balai Ramang tak ada minuman dan judi,” tambahnya.

Tak hanya itu, ritual ini juga memiliki kebaikan dalam hubungan antar manusia dengan Tuhan, antar manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam (hablum minal alam).

“Acara ini bertujuan agar tidak kemasukan penyakit, dipermudah mencari rezqi, minta keselamatan, dan kesehatan,” tutupnya.

Salah seorang warga Kampung Ramang Bambang Sujianto menambahkan, adat istiadat dan tradisi disini masih sangat kental turun temurun dari nenek moyang.

“Pada Aruh tidak ada minuman keras serta judi didalam pelaksanaan, karena itu bukan termasuk dari tradisi suku Dayak,” kata Bambang.

Warga pun jarang sekali menjual hasil panennya. Mereka lebih senang menyimpannya di lumbung masing-masing untuk persediaan.

Mereka bertani padi dengan sistem ladang berpindah. Selain itu, juga berkebun karet, buah-buahan, sayur, dan lainnya.

Terlihat semuanya jadi satu bersilaturahmi dan menyaksikan prosesi aruh bersama hingga larut malam sampai menjelang pagi. (metro7/sin)