BANJARMASIN, metro7.co.id – Sekretaris Komisi III DPRD Provinsi Kalsel, H Gusti Abidinsyah mengaku berang kepada pihak PLN atas aduan masyarakat bernama Mawardi, karena meter listrik di rumahnya dicabut paksa petugas, pada Kamis tanggal 22 Juli 2021 lalu sekitar pukul 12.00 WITA, di Jalan A Yani Km 8 Komplek Rina Karya Permai Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar.

Ironisnya lagi, alasan penindakan tersebut karena tidak membayar tagihan listrik selama 2 bulan. Parahnya lagi, petugas PLN datang bersama anggota kepolisian menggunakan senjata laras panjang.

“PLN ini sekarang lebih ‘kejam’ dari penjajahan Belanda. Masa cuma cabut meter listrik harus membawa aparat seperti menangkap penjahat. Ada apa ini,” ujar H Abidinsyah.

Ia menambahkan, di tengah pandemi Covid 19 sekarang, ini petugas PLN datang menagih biaya listrik. Kemudian dia sempat minta toleransi waktu 5 menit saja untuk membayar.

Parahnya, petugas tetap ngotot mau mencabut kilometer listrik tersebut tanpa toleransi dan rasa kemanusiaan kepada pelanggan.

Padahal pelanggan bernama Mawardi selalu bayar tidak pernah menunggak sampai bulan berikutnya. Hanya saja, untuk tagihan Juli 2021 ada keterlambatan 2 hari dari seharusnya pembayaran tanggal 20 tiap bulan. Namun sikap arogansi dan ngotot mencabut kilometer listrik.

“Mawardi ini kan tetap mau bayar cuma minta sebentar, lalu mengapa petugas ngotot mencabutnya,” sebut politisi Partai Demokrat ini dengan nada tinggi

Abidinsyah mengaku kecewa dan marah besar, karena sebelumnya dirinya pernah membaca berita terkait keluhan dari warga Pemurus, yang kasusnya hampir serupa yaitu minta dispensasi untuk membayar tagihan listrik tanggal 26 atau lewat dari tanggal 20.

Namun petugas PLN tetap bersikeras tidak mau memberikan kelonggaran. Karenanya, pihaknya akan memanggil perusahaan negara tersebut guna meminta penjelasan sikap otoriter, sekaligus klarifikasi terkait SOP dan prosedur. Termasuk melihat pada sudut pandang aturan hak konsumen dan undang undang di dalamnya.

Perlu diketahui PT PLN Persero itu, mengetahui betul kondisi perekonomian masyarakat saat ini termasuk yang dialami Mawardi, seorang pensiunan yang mendapat penghasilan tambahan Rp100 ribu per hari dari hasil jualan nasi kuning.

Jumlah itu tidak seberapa, jika diukur dari mahalnya biaya hidup di tengah pandemi Covid-19.

“Pengakuan Mawardi, dia memang telat membayar hingga 2 bulan. Namun tagihan itu selalu dilunasi, tidak pernah diabaikan,” tambahnya

PT PLN Persero ini seperti mengejar bisnis dan keuntungan seperti perusahaan swasta saja, tanpa melihat pertimbangan kondisi dan kedaan masyarakat.

“Undang -Undang jelas mengatur, negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya,” pungkas Gusti Abidinsyah. ***