BANJARMASIN – Seorang saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan dugaan korupsi penambahan daya listrik di RS Ansari Saleh sempat membuat majelis hakim bingung. Pasalnya saksi PPTK (Petugas Pelaksana Teknis Kegiatan) banyak yang tidak bisa menjawab pertanyaan hakim.
“Saksi PPTK banyak yang tidak tahu bagaimana proses pelaksanaan proyek tersebut. Bahkan Perpres saja saksi tidak tahu,”kata Ferry Sormin, Ketua majelis hakim PN Banjarmasin, kemarin.
Padahal, seharusnya sebelum saksi Aguslinar Sinaga diangkat sebagai PPTK, jika memang tidak sanggup dalam melaksanakan tugas tersebut saksi dapat menolaknya. Apalagi, dari pengakuan saksi sendiri bahwa meskpun belum memiliki sertifikasi, saksi tetap diangkat sebagai PPTK. “Padahal dengan begitu, bisa saja dapat membahayakan pengguna anggaran,”kata hakim.
 Saksi Aguslinar menjelaskan bahwa saat dirinya ditunjuk sebagai PPTK hanyalah melanjutkan petugas sebelumnya. “Kegiatan ini sebelumnya dihandle oleh kasubag perlengkapan sebelumnya, tapi karena pindah, kemudian saya ditunjuk untuk menggantikan,”jawab Aguslinar.
 Terpisah, Abdul Halim Shahab SH selaku kuasa hukum terdakwa mantan Dirut RS Ansari Saleh dr Lutfi mengatakan bahwa proyek tambah daya listrik ini memang benar adanya. “Proyek tambah daya itu memang ada dan sudah selesai. Masyarakat sudah merasakan manfaat proyek tersebut. Kini RS tak lagi terkendala adanya mati lampu,”tegas Halim.
 Dalam perkara tersebut, kliennya dianggap telah melakukan mark up pada proyek tersebut. Padahal menurut Halim ia melihat itu ada yang tidak dinilai oleh hakim, seperti uang jaminan instalasi yang dibayar dan uang jaminan itu akan dikembalikan setelah proyek itu selesai dikerjakan. Sehingga setelah dihitung seharusnya tidak ada kerugian terhadap negara.
Untuk informasi dalam perkara ini mantan Dirut RS Ansari Saleh dr Lutfi dan Direktur PT CV Resindo Perkasa Utama Banjarmasin Suharto dijadikan sebagai terdakwa.
 Kasus ini bermula adanya dugaan kesalahan atau mark up di proyek tersebut seperti pengadaan tambah daya listrik tahap pertama dari 146 KVA menjadi 197 KVA dengan anggaran sebesar Rp27,575.000. Namun yang dibayarkan ke pihak PLN hanya sebesar Rp.25,575,- sehingga terjadi selisih sekitar Rp2 juta dan dari selisih itu diperkirakan adanya dugaan korupsi.
Sedangkan pengadaan daya listrik tahap kedua, dari 197 KVA menjadi 555 KVA dengan nilai kontrak sebesar Rp304.300.000, namun yang dibayarkan ke pihak PLN hanya sebesar Rp180.790.000 sehingga terjadi selisih diperkirakan sekitar Rp123.510.000.
 Pengadaan tambah daya listrik di RSUD Ansari Saleh itu, lelangnya dimenangkan oleh CV Resindo Perkasa Utama dan Direktur serta beberapa staf dari perusahaan tersebut sudah dilakukan pemeriksaan dalam proses penyidikan.Metro7/Fit