BATULICIN, metro7.co.id — Paslon Calon bupati Kabupaten Tanah Bumbu Zairullah Azhar mengatakan, seorang pemimpin kreteria bukan dilihat dari usia, tapi dilihat dari kemampuan dalam memimpin.

Hal tersebut dikatakan mantan anggota DPR-RI dua periode itu, menjawab pertanyaan wartawan soal majunya — yang mengaku kaum melenial — pada pilkada Tanah Bumbu, usai melakukan pencabutan nomor urut peserta pilkada Tanah Bumbu 2021- 2024, Kamis kemaren.

Pencabutan nomor urut, Zairullah berpasangan dengan Muh Rusli mendapatkan nomor 3, dari tiga bakal calon bupati.

Seperti diketahui, sebelum kembali maju sebagai bupati Tanah Bumbu, Zairullah merupakan bupati Tanah Bumbu pertama, daerah dari pemekaran Kabupaten Kotabaru.

Zairullah menegaskan, jelang pilkada banyak yang mengisukan dirinya terlau tua untuk memimpin Tanah Bumbu kembali. Dan perlu yang muda tampil.

” Isu kalau saya tua, itu benar. Karena dari calon bupati yang ada, saya usianya yang lebih tua,” ungkap Zairullah.

Meski tua, tapi semangat, kemampuan memimpin daerah tidak diragukan lagi. Bahkan untuk sosialisasi Zairullah mampu mengunjungi 5-10 titik pertemuan dalam satu hari.

Yang pasti Zairullah sangat berpengalaman dibidang pemerintahan dan politik, keagamaan, jika dibanding calon yang mengaku dari kaum milenial.

Dengan kreteria muda dan berpeluang terpilih, menurut Zairullah, itu merupakan klaim yang menyesatkan.

Mahatir Muhammad saja misalnya, mantan perdana Menteri Malaysia memenangi pemilihan perdana menteri Malaysia diusia 92 tahun.

Sejak berdiri 2003 lalu hingga sekarang, 2020, Tanah Bumbu pernah dipimpin tiga orang putera terbaik terbaik daerah ini, diantaranya Zairullah dan Mardani H Maming.

Beda Zairullah dan Mardani ketika menjadi bupati Tanah Tanah Bumbu adalah yang satu lebih fokus menjalankan pemerintahan, dan satunya lagi diketahui masyarakat, selain bupati juga merupakan pengusaha tambang sukses di daerah yang dipimpinnya.

Mantan aktivis Mahasiswa Moh Jumhur Hidayat menyerukan kepada semua pihak jangan mendikotomikan pemimpin tua dan muda dalam memimpin.

“Mendikotomikan pemimpin tua dan muda sama sekali tidak produktif,” kata Jumhur saat berbicara pada Konferensi Tingkat Tinggi Mahasiswa Indonesia 2012 bertema “Mengawal Keindonesiaan Kita” di Yogyakarta, belum lama ini.

Menurut Jumhur antara kaum tua dan muda tidak bisa dipertentangkan atau satu sama lain dalam kesempatan memimpin.

“Yang perlu dipertentangkan apakah figur itu konservatif atau progresif, prorakyat atau antirakyat, dan memperkaya diri sendiri selama memimpin,” katanya. ***