MATARAM, metro7.co.id – Komisi I DPRD NTB yang menaungi bidang Pemerintahan, Hukum dan HAM melalui Ketuanya Syirajuddin dan wakil ketuanya H Abdul Hafid sepakat menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyakit Menular disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda), Senin (03/08/2020).

Disampaikan Syirajuddin, Raperda yang diajukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB tersebut tidak memenuhi ‘cukup unsur’ untuk disahkan menjadi Perda. Selain tidak dilengkapi Naskah Akademik (NA), tidak masuknya Raperda tentang Penyakit Menular dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) DPRD Provinsi NTB jadi alasan lain.

“Makanya atensi Komisi satu, untuk menolak Raperda itu, karena dia tidak urgent dan melanggar, (Raperda) tidak masuk dalam Prolegda,” paparnya.

Menurutnya, jika Raperda tetap disahkan menjadi Perda, hal itu akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat dalam melihat DPRD NTB sebagai lembaga pembentuk perundang-undangan daerah.

Adanya Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) dan Peraturan Gubernur (Pergub) dinilainya cukup sebagai payung hukum Pemerintah Provinsi (Pemprov) dalam menegakkan protokol Kesehatan Covid-19.

“Peraturan tekhnisnya tidak perlu dengan Perda. Pergub saja sudah cukup kok,” terangnya.

Ia pun beranggapan jika saat ini, hal yang penting dilakukan pemerintah adalah fokus menekan penularan Covid-19, bukannya sibuk membuat Perda.

Kompak dengan ketuanya, Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi NTB Drs. H. Muhammad Hafid menyatakan jika Raperda tersebut disahkan maka akan sangat memberatkan masyarakat. Terutama yang menyangkut kewajiban membayar denda lima ratus ribu sampai lima puluh juta rupiah bagi yang melanggar protokol Kesehatan Covid-19.

“Bagaimana otak kita itu, kita lahir dari rakyat, orang tidak pakai masker didenda lima ratus ribu. Refresif,” katanya.

Di luar denda, Hafid melihat adanya indikasi Raperda Penyakit Menular sebagai Raperda “pesanan”. Indikasi tersebut semakin menguat dengan diprioritaskannya Raperda tersebut untuk segera dibahas dan disahkan tanpa memperdulikan tidak masuknya Raperda ke dalam Prolegda DPRD Provinsi NTB.

“Konstruksinya, naskah akademik belum ada, uji publik belum ada, melanggar undang-undang,” ujarnya.

Untuk diketahui, beberapa hal yang menjadi catatan Komisi I terkait dengan isi draft Raperda Penyakit Menular diantaranya pada Bab V pasal 17 ayat 2 huruf A poin 3 yang berbunyi “Denda paling banyak sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) dan bab XIII tentang ketentuan pidana yakni pada pasal 27 ayat I yang berbunyi “Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada pasal 20 akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah).”

Sebelumnya, Pemprov NTB melalui Kepala Biro Hukum Setda NTB H. Ruslan Abdul Gani, SH.MH menyampaikan jika nantinya Perda tentang Penyakit Menular disahkan oleh Pemprov NTB bersama DPRD NTB maka masyarakat yang tidak menggunakan masker ditempat umum atau keramaian akan didenda lima ratus ribu rupiah sedangkan bagi masyarakat atau dunia usaha yang tidak mematuhi protokol Covid-19 akan dikenakan sangsi pidana kurungan selama enam bulan atau denda lima puluh juta rupiah.***