JAKARTA, metro7.co.id – Belum ada habisnya soal rokok elektrik atau vape yang menimbulkan pro dan kontra, terutama di Indonesia. Satu sisi, vape dianggap sebagai alat alternatif untuk berhenti merokok. Di sisi lain, vape memiliki efek berbahaya seperti rokok biasa.

Soal pro dan kontra tentu berkaitan dengan manfaat dan mudarat dari vape tersebut. Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik Indonesia (YPKP) dan Koalisi dan Bebas TAR, Amaliya mengatakan bahwa ada banyak penelitian soal vape yang dilakukan di negara-negara maju.

“Saya ke Yunani, saya ke Itali, saya belajar dari expert-nya di sana. Semua hasil penelitian membuktikan risiko yang ditimbulkan sangat minim, sudah turun hingga 95 persen. Kalau dianggap itu hoax atau penelitian yang tidak bertanggungjawab, saya baca penelitiannya betul penelitian yang sophisticated yang sangat bagus. Bagaimana saya bisa membantahnya lagi,” ujarnya saat ditemui detikcom di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Amaliya menyebutkan, penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa vape bermanfaat sebagai pengganti rokok konvensional yang dibakar dan memiliki risiko yang sangat minim sudah digunakan beberapa negara, misalnya Inggris, Korea, Jepang, dan Selandia Baru. Hal ini dilakukan negara-negara tersebut untuk meningkatkan kesehatan masyarakatnya dengan mengurangi penggunaan rokok yang dibakar.

Dari penelitian-penelitian tersebut, risiko penggunaan vape atau rokok yang diuapkan hanya hanya sekitar 5 persen. Amaliya menambahkan, pada asap rokok yang setelah dibakar terdapat lebih dari 400 zat berbahaya yang hampir semuanya beracun. Sedangkan pada uap vape atau rokok yang diuapkan hanya menghasilkan 7-10 zat baru yang kesemuanya tidak menyebabkan kanker.

“(Rokok yang dipanaskan -red) bahannya kan cuma 4, hanya PG (Propylene glycol), vegetable gliceryn, nikotin, dan perasa. Dari 4 ini pada saat diuapkan itu hanya menghasilkan 7-10 zat baru. Jadi tidak ada zat yg menyebabkan kanker atau karsinogenik,” jelas Amaliya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), FISR, FAPSR sebelumnya mengatakan bahwa vape atau rokok yang dipanaskan atau diuapkan tidak bisa menjadi alat alternatif untuk berhenti merokok. Ia menyebut bahwa produk-produk tersebut mengandung zat karsinogenik yang menyebabkan kanker dalam jangka panjang.

“Tiga komponen utama rokok elektronik adalah nikotin, efek jangka pendeknya adiksi. Karsinogen, beberapa terbukti efeknya jangka panjang menyebabkan kanker,” ujarnya saat ditemui detikcom di kantor pusat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

“Komponen ketiga yang bersifat iritatif dan toksik, sehingga menyebabkan kerusakan sel akut sehingga menyebabkan kerusakan paru akut. Bahkan hanya dalam pemakaian 3 bulan,” imbuh dr Agus.

Zat toksik dan iritatif ini lah yang disebut dr Agus dapat menyebabkan peradangan pada saluran pernapasan dan paru-paru. Bukan hanya itu, zat-zat ini juga dapat menyebabkan peradangan di jantung dan sistemik. ***
.
.
.
Sumber : Detik.com

https://health.detik.com