SEKADAU, metro7.co.id – Keberadaan masyarakat Tionghoa di Kota Sekadau memiliki cerita panjang, hal ini tergambar dengan berdirinya gedung bioskop di jalan Irian, Kota Sekadau. Meski dulunya ada dua bangunan sekolah yang didirikan, namun kini yang masih berdiri kokoh adalah gedung bioskop lama.

Menurut Nyau Khun Nen, salah seorang tokoh masyarakat Tionghoa pada tahun 1953 ada dua sekolah yang didirikan, yakni gedung bioskop sekarang dulu bernama Fa Kiaw, sedangkan yang satunya lagi adalah sekolah dengan nama Cung Hwa yang kini telah menjadi SD Negeri 21 Sungai Ringin.

“Untuk mendirikan sekolah Cung Hwa masyarakat Tionghoa pada saat itu secara swadaya mengumpulkan uang untuk membeli tanah. Dulu tanah itu banyak pohon karet, untuk membangun sekolah masyarakat memesan kayu dari Pontianak namun, sampai di Tayan tenggelam kapalnya. Kemudian masyarakat kembali memesan kayu dengan mengumpulkan dana swadaya dari masyarakat untuk mendirikan sekolah Cung Hwa,” tuturnya, Minggu (24/1).

Selain itu, di lokasi yang tak jauh juga berdiri gedung sekolah Fa Kiaw yang terkenal dengan nama gedung bioskop lama. Tanah itu, kata dia, pertama kali adalah milik Chang Liet Miau yang kemudian dibangun sekolah bagi masyarakat.

“Dua sekolah itu memang untuk umum. Istilahnya, kalau seperti sekarang satu sekolah negeri satu lagi sekolah swasta,” jelas pria berkacamata yang disapa Julianto.

Namun, pada tahun 1965 aktivitas dua sekolah tersebut dibubarkan oleh pemerintah. Sehingga, dua bangunan tersebut dialihfungsikan dan gedung Fa Kiaw setelah tahun 1965 menjadi sekolah rakyat.

“Sudah ada pasar juga, dulu orang Tionghoa juga sudah berdagang. Bahkan ketika masih namanya Fa Kiaw, tapi kan tidak seperti sekarang. Dulu masih kecil dan bangunan bioskop lama itu masih asli dari dulu,” kata dia.

Julianto menuturkan, gedung Fa Kiaw memang beberapa kali beralihfugsi. Setelah menjadi sekolah rakyat, kata dia, gedung itu menjadi gedung bioskop dan kini telah menjadi lapangan bulu tangkis.

“Itu masih gedung lama. Bahkan namanya masih terukir termasuk nama-nama donatur untuk membangunnya diabadikan dalam gedung itu,” ceritanya.

Bahkan, jelasnya ketika kebarakan hebat pada tahun 1984, gedung bioskop itu tidak terbakar, dan saat ini masih kokoh berdiri, meski kurang dirawat. Tempat itu kini untuk lapangan bulu tangkis,” sambungnya.

Sebelum ada yayasan, kata Julianto, masyarakat Tionghoa berkumpul untuk mengurus orang meninggal disebut Chon Hong Sen Fa, kemudian pada 15 Juni 1987 ada Yayasan Bhakti Luhur untuk mengurus orang meninggal, dan pemadam kebakaran.

“Dari dulu kehidupan masyarakat sudah membaur satu dengan yang lainnya. Kini gedung bioskop itulah peninggalan zaman dulu yang masih berdiri kokoh meski kini sudah dialihfungsikan,” pungkasnya. ***