MADRID – Tudingan kepada Indonesia terkait pengembangan kelapa sawit yang menyebabkan deforestasi dan mengakibatkan meningkatnya emisi karbon diklarifikasi Alue Dohong, Wakil Menteri LHK, Alue Dohong ketika menjadi panelis pada diskusi “Sustainable Food and Land Use Systems for A Cool and Healthy Planet” yang digelar di Paviliun GCF-GEF, Senin tadi di Madrid.

“Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah korektif untuk menahan laju deforestasi, termasuk dari ekspansi kelapa sawit,” katanya.

Selanjutnya ditegaskan Wamen bahwa beberapa tahun belakangan ini Indonesia telah menetapkan moratorium pemberian izin baru pengelolaan hutan alam dan lahan gambut. Penghentian ijin sementara tersebut telah ditetapkan menjadi permanen.

“Indonesia juga melakukan moratorium izin baru perkebunan kelapa sawit serta mendorong diberlakukannya Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), selain melakukan peremajaan kelapa sawit rakyat (small holder) dan upaya peningkatan produktivitas dengan pemilihan bibit kelapa sawit unggul sebagai upaya mengelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan,” tegas Wamen LHK.

Lebih lanjut Wamen LHK menyatakan bahwa Indonesia telah mengubah pendekatan pengelolaan hutannya dari yang berbasis kayu ke pendekatan lanskap, sehingga lebih mampu mengatasi persoalan-persoalan penyebab deforestasi di luar hutan.

Perubahan paradigma ini telah mampu meningkatkan manfaat keberadaan hutan yang tidak hanya fokus pada hasil hutan kayu dan non kayu saja tetapi juga jasa lingkungan serta dukungan pada kelestarian rantai pasokan (sustainable supply chains).

Pendekatan lanskap yang didukung oleh pendekatan yurisdiksi diharapkan mampu meningkatkan kinerja restorasi dan rehabilitasi lahan terdegradasi untuk menjaga penyediaan jasa lingkungan hutan dan meningkatkan inklusivitas pengelolaan hutan berkelanjutan yang melibatkan para pemangku yang luas seperti masyarakat setempat dan sektor swasta melalui pengembangan sistem insentif.

Terakhir, Wamen LHK menyatakan bahwa Indonesia akan bekerja sama dengan para pemangku, termasuk GEF, untuk menunjukkan bahwa aksi iklim yang ambisius yang berbasis pada hutan dan lahan dapat diandalkan dan sangat mungkin untuk dilaksanakan di berbagai tempat. (metro7/nrl*)