MALANG, metro7.co.id – Perampasan kendaraan bermotor serta pemukulan oleh oknum debt collector (DC) terhadap debitur, kembali terjadi di Kota Malang, belum lama ini. Pemukulan oleh oknum debt collector tersebut, menimpa salah satu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ricky Oktavio Adi Pranata (24), warga Dusun Krajan RT 003 RW 001 Desa Srimulyo, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Pemukulan terjadi di area Pendopo Pemkab Malang, jalan H.Agus Salim, kota Malang.

Oknum debt collector itu mengaku dari perusahaan pembiayaan Busan Finance Indonesia (BFI). Akibat kejadian ini, Ricky mengalami luka di bagian pipi kiri dan sekitar dada.

Ketua Pimpinan Anak Cabang Pemuda Pancasila (PAC PP) Dampit, Nanang Qosim, kecam keras aksi perampasan kendaraan dan penganiayaan yang dilakukan oknum penagih utang tersebut.

Menurut dia, debt collector perlu memperhatikan aspek-aspek yang berpotensi menimbulkan sanksi pidana atau sosial dalam proses penagihan atau penarikan barang.

“Penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan ancaman, kekerasan atau tindakan yang bersifat mempermalukan, serta menghindari tekanan-tekanan bersifat fisik,” tegas Nanang, Senin (20/9/2021).

Ia menjelaskan, jika dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) megenai tindakan  yang dilakukan oleh debt collector dalam melakukan tugasnya, bisa mengarah kepada ancaman tindak pidana yang ancamannya bermacam-macam antara lain ;

Penganiayaan pasal 351 ayat 1,2,3 KUHP, sanksi pidana mulai yang ringan adalah penjara maksimum dua tahun delapan bulan (ayat 1). Pidana penjara 5 tahun (ayat 2). Pidana penjara maksimum 7 tahun ( ayat 3).

Kemudian, penganiayaan berat yang menyebabkan matinya orang lain pasal 354 ayat 1 dan 2 KUHP,  sanksi pidana  adalah pidana maksimum 8 tahun (ayat 1). Dan pidana penjara maksimal 10 tahun (ayat 2).

Selanjutnya, memperlakukan orang tidak menyenangkan, pasal 335 ayat 1 dan 2 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana maksimum 1 tahun. Pencurian dengan kekerasan pasal 365 ayat 1,2,3, dan 4 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum 9 tahun (ayat 1). Pidana penjara maksimum 12 tahun (ayat 2). Pidana penjara 15 tahun (ayat 3). Diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu maksimum 20 tahun (ayat 4).

Sementara, pemerasan pasal 368 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum 9 tahun. Pengancaman pasal 369 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum 4 tahun. Pengancaman dimuka umum dilakukan bersama pasal 336 ayat 1 dan 2 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan (ayat 1). pidana penjara maksimum 5 tahun (ayat 2).

Penyerangan dengan tenaga bersama terhadap orang atau barang, pasal 170 ayat 1 dan 2 KUHP, sanksi pidannya adalah pidana penjara maksimum 5 tahun 6 bulan (ayat 1). Pidana  penjara maksimum 7 tahun (ayat 2 ke 1). Pidana penjara maksimum 9 tahun (ayat 2 ke 2). Pidana penjara maksimum 12 tahun (ayat 2 ke 3).

Sedangkan, turut serta dalam penyerangan atau perkelahian pasal 358 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan. Jika akibat penyerangan atau perkelahian ada yang luka berat, pidana penjara maksimum 4 tahun.

Mengenai masalah kredit yang macet, lanjut Nanang, merupakan suatu peristiwa perdata antara kreditur dan debitur. Bisa dikatakan perkara wanprestasi karena pihak debitur tidak menepati ketentuan yang telah diperjanjikan. Sehingga, terjadilah kemacetan kredit tersebut.

“Solusinya adalah pihak kreditur menggugat pihak debitur ke Pengadilan, tidak lantas dilakukan penarikan atau penyitaan sepihak secara paksa dan secara melawan hukum. Sebab, pihak debt collector tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penarikan atau penyitaan sepihak, apalagi melakukan tindakan melanggar hukum yang mengarah ketindak pidana sebagaimana disebut di atas,” tandasnya. ***