TALIABU, metro7.co.id – Bermula saat mendapat kabar dari salah seorang warga di Taliabu Selatan yang mengatakan bahwa banyak bangunan proyek terbengkalai. Sudah tentu, sebagai wartawan yang mendengar kabar ini sontak perhatian saya tertarik.

Saya pun terpincut untuk memantau proyek itu lebih dekat, guna memastikan kebenaran atas kabar yang mengganggu dan membuat saya penasaran. Terlebih saya orangnya sedari dulu cinta terhadap adventure (petualangan). Tentu ini membuat paduan selera yang saya gemari.

Bermaksud agar perjalanan saya lebih seru, tak lupa saya mengajak rekan sesama pemburu berita, Yasin. Seorang wartawan media nasional untuk ikut bersama dalam investigasi.

Di hari itu, saya pun sesegera mungkin menyiapkan bekal untuk melakukan perjalanan, menyisir wilayah bagian selatan Pulau Taliabu.

Perjalanan dari ibu kota Taliabu menuju selatan, membutuhkan waktu yang cukup lumayan lama, sebut saja 3 jam menggunakan Fiber (Transportasi Laut). Apalagi dihadang dengan keadaan laut yang tak bersahabat. Niscaya, arus ombak tak segan-segan beri salam pada kami.

“Saudara, beginilah keadaan laut jikalau berombak,” kata Yasin kepada saya spontan. Yasin kebetulan sudah terbiasa menikmati ombak selatan. Dia juga warga Desa Pencado, Taliabu Selatan.

Asyik berbincang di atas kulit air menggunakan fiber itu, akhirnya kami kami tiba di Desa Pencado yang menjadi pelabuhan awal dengan selamat.

Keesokan harinya, Rabu (21/10/2020), kami berdua melanjutkan trip (Perjalanan) ke sebuah desa yang berlokasi di pegunungan, Desa Sumbong.

Dalam perjalanan, kami ditemani nyanyian suara burung dan gemuruh angin, sebatas menyapu wajah kami di atas kendaraan roda dua.

Lewat setengah jam perjalanan, tibalah kami pada pintu masuk Desa Sumbong.

“Astaga, Bangunan apa ini?” saya kaget melihat satu unit bangunan terbengkalai. Dalam hati saya, inikah bangunan proyek yang dikabarkan itu.

Seiring mengamati bangunan yang tampak lusuh, separuh bangunan sudah dibabati rumput liar, lebih mirip bangunan perang yang sudah puluhan tahun ditinggalkan.

Masih dalam renungan saya, bangunan ini sudah pasti memakan ratusan juta uang negara. “Tega sekali orang yang menghabiskan anggaran demi hal unfaedah ini,” umpat saya dalam hati. Kesal.

Tak perlu lama-lama mengamati, saya pun mengeluarkan senjata utama, kamera Handpone (HP). Saya bidik segala sisi bangunan yang diduga mangkrak ini.

Usai melihat sekitar bangunan, saatnya kami menemui warga perihal keterangan bangunan itu. Banyak pertanyaan yang telah kami siapkan. Ini bangunan apa? Siapa yang mengerjakan? Kenapa bangunan ini terbengkalai? Begitulah kumpulan tanda tanya yang terngiang di sepanjang jalan saat kami mencari narasumber atau saksi dari warga sekitar.

Setelah berputar-putar dalam perkampungan Desa Sumbong, sembari mencari warga, dengan harapan mengetahui soal kasak-kusuk bangunan yang nampak menyedihkan itu.

Dengan antusias mencari komunikan, tiba-tiba satu warga ditemui. Sontak kami menanyakan mangkraknya bangunan yang dimaksud.

“Itu bangunan Pustu (Puskesmas Pembantu), yang tidak pernah terpakai (Terbengkalai),” sahut warga itu menjawab pertanyaan.