TAPANULI SELATAN, metro7.co.id – Telah berpulang pada kemuliaan surgawi. Pdt. Dr. Soritua Albert Ernst (SAE) Nababan, LID.  pada Sabtu sore, 8 Mei 2021, pukul 16.18 WIB menjelang usianya ke-88 tahun, setelah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.

 

Informasi melalui salah Kolega dari Almarhum Pdt. SAE Nababan,  Basar Daniel melalui Chat dan telepon Whatsapp nya kepada awak media menerangkan bahwa Salah satu Tokoh Senior yang namanya tidak asing bagi seluruh Umat kristen Khususnya bagi Jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP),  Pdt. SAE Nababan, LID telah Kembali ke pangkuan sang pencipta,  pada sabtu, (08/05/2021) sekitar pukul 16.18 wib di RS Medistra Jakarta.

 

Menurut informasi dari Basar Daniel bahwa saat ini, keluarga masih merembukkan perihal persemayaman dan pemakaman jenazah Pendeta senior dari gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ini.

 

Pdt. SAE Nababan lahir pada 24 Mei 1933 di Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara . Ia merupakan lulusan Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (sekarang STFT Jakarta) tahun 1956 dan pada tahun yang sama ditahbiskan menjadi pendeta. Setelah menjalani pelayanan sebagai pendeta pemuda di HKBP Medan, beliau kemudian menempuh studi di Universitas Ruperto Carola, Heidelberg, Jerman – lulus Doctor Theologiae pada Februari 1963.

 

Sejak muda, Pdt. SAE telah aktif dalam pelayanan Oikumenis dan sosial kemasyarakatan. Ia pun cukup dikenal di gerakan Oikumenis baik tingkat nasional, Asia maupun dunia.Sembari dipercayakan peran sebagai anggota Parhalado (Penatua) Pusat HKBP.

Dalam Perannya sebagai Pelayan Umat, Pdt. SAE , dimulai dari 1967-1984, dipercayakan sebagai Sekretaris Umum Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang kemudian berganti nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), kemudian menjadi ketua umum di lembaga Oikumenis tersebut pada 1984-1987.

 

Selain itu,  Pdt. SAE Nababan juga mengemban sejumlah jabatan di berbagai forum Oikumenis Lainnya dunia seperti, Lutheran World Federation (LWF), Christian Conference of Asia (CCA), United Evangelical Mission (UEM), dan Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches, WCC).

 

Bagi masyarakat Indonesia , khususnya Jemaat HKBP,namanya lebih dikenal saat menjadi pimpinan (Ephorus) HKBP selama 1987-1998. Di periode kedua kepemimpinannya (1992-1998), rezim Orde Baru melakukan intervensi pada pemilihan pimpinan HKBP, karena SAE Nababan dianggap cukup kritis menyerukan penghargaan atas kemanusiaan dan prinsip demokrasi, sehingga memunculkan dualisme di tubuh HKBP pada saat itu.

 

Seiring waktu dan setelah pemerintahan Soeharto berganti.HKBP kembali dipersatukan,  Pdt. SAE Nababan termasuk salah satu inisiator untuk mempertemukan tokoh dan kelompok reformasi yang akhirnya melahirkan Deklarasi Ciganjur dan mengamanatkan agenda reformasi Indonesia. Sumbangsih pemikiran Pdt. SAE Nababan bagi gereja dan masyarakat Indonesia terangkum dalam sejumlah khotbah dan tulisannya. Salah satunya dalam buku catatan perjalanan beliau yang bertajuk “Selagi Masih Siang yang telah terbit tahun lalu,” papar Basar.