Oleh : Mahra Lazuardi Harahap

Kepolisian Resor Labuhanbatu memiliki wilayah hukum yang cukup luas terdiri beberapa Kecamatan hampir berkisar 22 Kecamatan di 3 Kabupaten yaitu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Namun, selain monitoring dalam menindak kejahatan atau tindak pidana khusus kasus narkotika Kepolisian Resor Labuhanbatu melalui unit Satres Narkoba, dibantu 14 Kepolisian Sektor (Polsek – Red), antara lain, Polsek Kotapinang, Polsek Torgamba, Polsek Merbau, Polsek Bilah Hulu, Polsek Panai Hulu, Polsek Kampung Rakyat, Polsek NA IX-X, Polsek Kualuh Hulu dan lain-lain.

Dalam peredaran narkoba jenis sabu-sabu terhendus perputaran sebanyak 3 Kg per harinya yang masuk dari luar daerah, bahkan kerap sekali muncul nama-nama anak main disebut disebut ‘Bandar Sabu’ merupakan warga lokal walaupun barang haram diperoleh dari seorang pengusaha ‘Bermata Sipit’ yang melancarkan bisnis narkotika di Kabupaten Labuhanbatu Raya.

Jadi tak heran, kalau yang menjadi sasaran empuk merupakan warga lokal yang akan ditindak pidana oleh pihak Unit Satres Narkoba Kepolisian Resor Labuhanbatu.

Amantan wartawan, terlihat warga lokal sebagai pecandu narkoba sabu-sabu menaiki sepeda motor datang keluar masuk diareal lokasi melakukan transaksi dari harga puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah, di Kelurahan Padang Bulan, Jalan Beringin dan Kelurahan Padang Matingi Bulan dan Kelurahan Sioldengan Kota Rantauprapat.

Bahkan muncul nama-nama ‘Bandar Sabu’ yang kerap sekali terdengar disebut disebut panggilan berinisial ‘Ketua R dan Ketua K atau Ketua S’ bahkan nomor kontak hp selular mereka pun tak luput tersimpan para elemen turut berperan ikut membangun di Kabupaten Labuhanbatu.

Selain itu, ditengah tengah masyarakat juga sering terdengar peredaran narkoba seperti di Lingkungan VI Aek Kanopan, Jalan Kampung Baru Aek Kanopan Kecamatan Kualuh Hulu, Simpang Panigoran Kecamatan Aek Kuo, Damuli Pekan Kecamatan Kualuh Selatan di Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Meskipun Kepala Kepolisian Resor Labuhanbatu AKBP Anhar Arlia Rangkuti bersama Kepala Unit Satres Narkoba (Kasat) AKP Martualesi Sitepu, kini telah menunjukkan pelayanan terbaik dalam melakukan penindakan kejahatan pada kasus narkoba jenis sabu tersebut.

Hal tersebut, diketahui melalui setiap pemaparan (Pres Rilis Humas Polres) ketika mengundang para Jurnalis, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama, secara langsung di areal halaman Kepolisian Resor Labuhanbatu Jalan MH. Thamrin No. 07 Rantauparapat, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Bahkan keresahan masyarakat juga telah terjawab dengan baiknya karena dari pemakai, pengedar hingga bandar telah banyak tertangkap seperti bandar narkoba berinisial MB pada tahun 2021 lalu, kini telah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Rantauparapat.

Kemudian bandar narkoba berinisial S terkenal dengan julukan sebagai ‘Ratu Sabu’ pada bulan Juni 2021asal Kotapinang di Kabupaten Labuhanbatu Selatan, telah ditindak oleh Kepolisian Resor Labuhanbatu.

Hanya saja memang ada sedikit pelemahan ketidaktransparansian pada data – data penindakan kasus oleh pihak Kepolisian Resor Labuhanbatu.

Misalnya, data zona garis merah lokasi pada peredaran narkoba di wilayah hukum Polres Labuhanbatu. “Artinya masyarakat ada yang tahu dan tidak meskipun publikasi setidaknya pernah disampaikan namun persoalan waktu penindakan kerap menjadi cibiran karena diperlihatkan oleh pihak Kepolisian Resor Labuhanbatu.

Disisi lain, ketidaktransparanan adanya dari data- data penindakan Polres Labuhanbatu seperti dari Total Kasus Narkoba, Total Tersangka Kasus Narkoba, Total Pasien Penyalahgunaan, Jumlah Penggiat Anti Narkoba.

Serta jumlah Sebaran Informasi dan Anggaran Operasional Penindakan baik pada laporan pada tri wulan maupun setiap tahun, artinya perbandingan dari tahun sebelumnya hingga tahun berjalan sangat minim terdengar meskipun tetap menggunakan keuangan negara.

“Artinya, publik sangat minim informasi meskipun masyarakat perlu tahu data dari kinerja Kepolisian Resor Labuhanbatu”.

Seperti pengakuan dari elemen turut berperan ikut membangun Kabupaten Labuhanbatu berinisial (OD) 48 tahun, berinisial (SR) 42 tahun, berinisial (P
F) 58 tahun dan berinisial (YK) 52 tahun ibu rumah tangga ikut berorganisasi, dimana keterangan mereka mengakui sangat tahu persis dimana lokasi peredaran narkoba di Kota Rantauparapat.

Walaupun ketika mereka setiap berkunjung ke lokasi tak terlepas diberikan kontribusi serimonial (Pulus Kapede) oleh pihak bandar sabu di lokasi tersebut, sehingga mengetahui percis bahwa bandar sabu sebagai anak main yang tak luput dari seorang pengusaha bermata ‘Sipit’ sebagai pemodal dan memperoleh barang haram tersebut.

“Alaaaa, Polisi pun tahu itu, mana mungkin enggak tahu, apalagi cerita mau ditangkap tak ada itu! Bagus datangi saja atau telpon, minta bagus-bagus berkawan sajalah, oknum penegak hukum datang juga ke lokasi, lain lagi setoran bulanan itu, kata-katanya “, terang mereka.

Menurut berinisial (SR) 42 tahun selaku elemen turut berperan ikut membangun Kabupaten Labuhanbatu, Jum’at (08/07/2022) menegaskan, bahwa semua telah ada konspirasi maka biasnya terjadi kesuburan bisnis narkoba jenis sabu artinya ‘Salah Siapa’ di wilayah hukum Polres Labuhanbatu.

Seperti diketahui juga, kemarin kata dia, pasca Hari Anti Narkoba diwarnai aksi unjuk rasa damai dari penggiat Anti Narkoba pada hari Senin tanggal 27 Juni 2022 lalu di Polres Labuhanbatu. Bahkan kantor BNN Kabupaten Labuhanbatu Utara diresmikan serta dihadiri Bupati Labuhanbatu Raya.

“Artinya apa, kasus narkoba musuh bersama yang dikuatirkan masyarakat. Belum lagi, pak Edi sebagai Gubernur Sumut siaran pers pernah bilang permasalahan narkoba ini, sudah masuk ke semua lini, ada TNI ada Polri. Dan data BNN Sumut ada 1,5 juta terindikasi pecandu Narkoba dan Sumut peringkat 1 di Indonesia, tapi diberitakan saja”, terangnya.

Sementara itu, Kapolres Labuhanbatu AKBP Anhar Arlia Rangkuti didampingi Kasat Narkoba AKP Martualesi Sitepu melalui Kanit Lidik I IPTU Eko Sanjaya melalui pesan what’s up ketika diinformasikan ramai juga di Padang Bulan, Tinjau Lokasi dengan sigap membalas “kami tindak lanjuti pak” ujarnya.

Sejarah perkembangan singkat masuknya Narkoba di Indonesia.

Akibat dari maraknya penyalahgunaan narkoba, kini telah menjadi salah satu permasalahan yang meresahkan masyarakat saat ini, karena telah menyerang kalangan muda yang merupakan generasi penerus bangsa hingga sampai kaum Milineal.

Di Indonesia dari masa Orde Lama, masa Orde Baru serta masa Reformasi hingga kini, tetap menjadi salah satu ancaman bagi Negara. Para penelitian pun sempat menggunakan metode metode sejarah, dimulai dari tahapan yaitu heuristic, kritik sumber, interpretasi atau penafsiran, dan historiografi.

Meskipun Pemerintah Republik Indonesia, setelah kemerdekaan membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dengan diberikan wewenang terhadap Menteri Kesehatan dalam pengambilan pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).

Tahun 1970 an, tentang masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika sifatnya menjadi masalah besar dan nasional sangat disadari oleh pemerintah di Indonesia.

Kemudian Presiden mengeluarkan Instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71.

Dalam hal tersebut, sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara.

Seperti yaitu, pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.

Bahkan perubahan-perubahan sosial yang sangat cepat dengan kemajuan teknologi, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) seakan sudah tidak memadai lagi dari beberapa aspek permasalahan sosial tersebut.

Kemudian pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Dimana Undang-Undang tersebut, antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic).

Selain itu, juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk Menteri kesehatan.

Dari hal tersebut, semakin merebaknya kasus perkasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Kembali disusun UU Anti Narkotika nomor 22/1997, dengan dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997.

Dalam Undang-Undang tersebut, kembali diatur mulai dari pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.