BANJARMASIN, metro7.co.id – Untuk kelima kali agenda pembacaan vonis untuk mantan Dirut RSUD Boeyasin Pelaihari Kabupaten Tala Edy Wahyudi ditunda majelis hakim pasalnya terdakwa dalam keadaan sakit.

Sementara terdakwa akan menjamin sidang Rabu (13/10/2021 ) mendatang  akan diusahakan bisa menghadirkan terdakwa.

Sementara Ketua Majeli Hakim Jamser Simanjuntak menegaskan bahwa ada atau tidaknya terdakwa di persidangan Rabu depan vonis akan tetap dibacakan.

JPU Rifani yang juga Kasi Pidsus Kejakaan Negeri Tanah Laut, membenarkan kalau keadaan terdakwa memang masih sakit.

“Kami akan berusaha pada Rabu depan terdakwa bisa dihadirkan karena sudah lima kali sidang tertunda, dan kami sependapat dengan majelis ada atau tidak terdakwa sidang tetap jalan dengan agenda putusan majelis,” ujar Fani.

Sementara pihak penasihat hukum terdakwa juga mengharapkan minggu depan vonis sudah dapat dibacakan.

“Saya sudah berkoordinasi dengan isteri terdakwa, beliau menginginkan agar pembacaan vonis ditunda hingga minggu depan hingga suaminya benar-benar sehat,” ujar Matrasul salah seorang penasehat hukum terdakwa keada awak media.

Namun lanjut Matrasul, kalau minggu depan  kondisi dr Edi tetap masih tidak memungkinkan, maka majelis hakim silahkan melanjutkan pembacaan vonis.

Atas permintaan itu majelis hakim yang rencananya sudah siap sebab sidang sudah ditunda hingga empat kali  terpaksa kembali menunda membacakan putusan.

“Ya sudah kita tunda hingga minggu depan. Bisa atau tidak nanti dia hadir tetap nanti akan kita bacakan,” ujar Jamser, ketika membukan persidangan.

Jamser juga menyarankan, kalau nanti  memang kondisinya masih sakit, silahkan kalau  mau mengikuti  sidang melalui zoom meeting.

Seperti diketahui terdakwa  Edy mantan Dirut RSUD  Boejasin periode 2014-2018 oleh jaksa telah dituntut hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider kurungan selama 6 bulan.

Terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti Rp 2,1 miliar lebih atau jika tidak dipenuhi diganti dengan hukuman penjara selama 2 tahun.

Edy  didakwa oleh jaksa melakukan penyelewengan dana pendapatan rumah sakit secara bersama dengan dua bawahannya (telah divonis), hingga menimbulkan kerugian negara Rp 2,1 miliar lebih.