TANJUNG, metro7.co.id – Sinarpagi.id mengeluarkan pemberitaan berjudul “Hakim PN Tanjung dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung, diduga memihak dan tidak adil”. Terhadap itu, Pengadilan Negeri (PN) Tanjung pun mengeluarkan hak jawabnya.

Ketua PN Tanjung, Wisnu Widiastuti, dalam hal ini melalui Humas PN Tanjung Agrina Ika Cahyani, menyampaikan, dalam pemberitaan itu majelis hakim PN Tanjung telah memutus perkara yang sangat jelas bukan ranahnya dengan memutus pembatalan sertikat tanah yang sudah dikeluarkan BPN, padahal untuk hal itu adalah ranah PTUN.

“Patut dipahami, majelis hakim PN Tanjung tidak membatalkan sertifikat tanah pada perkara No. 22/Pdt.G/2020/PN/Tjg, namun sesuai amar ke-5 putusan diatas bahwa SHM No. 238/2009 a.n. Muhammad Amien, No. 239/2000 a.n. Marlina dan No. 240/2009 a.n. Muhammad Saleh tidak mempunyai kekuatan hukum,” ujarnya saat press konferensi di Gedung PN setempat. Rabu, (28/7/2021).

Frasa membatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum, amatlah berbeda dan amar ke-5 Putusan No. 22/Pdt.G/2020/PN Tig, merupakan wewenang Majelis Hakim.

Kemudian, dengan isi pemberitaan yang menyebutkan bahwa Hakim berbisik-bisik dengan penggugat saat pemeriksaan setempat bahwasanya Ketua PN Tanjung sudah mengonfirmasi hal tersebut terhadap hakim terkait.

Hakim terkait menyatakan, bahwa tidak ada berbisik-bisik dengan penggugat dan memimpin pemeriksaan setempat tanpa berpihak pada salah satu pihak.

“Oleh karena para pihak diberikan hak yang sama utamanya terkait dengan hak berbicara pada saat pmeriksaan setempat,” ujarnya lagi.

Selanjutnyya, dalam pemberitaan yang menyebutkan bahwa hakim yang mengikuti pemeriksaan setempat hanya 2 (dua) orang bukan Majelis lengkap.

Pasal 153 HIR (180 Rbg/211 Rv), mengatur bahwa “Jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka Ketua boleh mengangkat satu atau dua orang Komisaris dari pada dewan itu, yang dengan bantuan panitera PN akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan bagi hakim”.

“Sehingga tidak ada pelanggaran Hukum Acara yang dilakukan oleh hakim terkait ketika melakukan pemeriksaan setempat walaupun hanya dengan 2 orang hakim dan bukan Majelis lengkap,” tuturnya.

Terakhir, dengan isi pemberitaan yang menyebutkan bahwa pada saat pemeriksaan setempat, objek sengketa tidak diukur namun hanya dikira-kira.

Maka perlu diketahui terlebih dahulu, pemeriksaan setempat dilakukan sebagai pendukung keyakinan hakim dan bukan alat bukti, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 164 HIR/ 284 Rbg alat bukti yang dikenal dalam Hukum Acara Perdata adalah alat bukti Surat/Tulisan, Saksi, Persangkaan, Pengakuan dan Sumpah, terlebih pada saat pemeriksaan setempat perkara Nom 22/Pdt.G/2020/PN Tig.

“BPN turut tergugat hadir dan melakukan pengukuran menggunakan alat pemetaan/alat ukur Real-Time Kinematic Global Navigation Sattelite System (RTK GNSS) mereka, sehingga hakim merasa cukup dan tidak perlu dilakukan pengukurar secara manual,” tukasnya.

Atas pemberitaan tersebut PN Tanjung menyatakan siap untuk diperiksa oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, sebagai bent Transparansi pada Pengadilan Negeri Tanjung.(via/ismi)