PANDEGLANG, Metro7.co.id – Tindak pidana persetubuhan atau pencabulan terhadap anak dibawah umur kembali terjadi di Kabupaten Pandeglang.

Kali ini, perbuatan bejat itu dilakukan oleh seorang oknum guru honorer yang mengajar di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Pandeglang.

Kapolres Pandeglang AKBP Belny Warlansyah membenarkan terkait tindak pidana tersebut.

Dikatakan Belny, dua siswi SMP yang menjadi korban oknum guru honorer ini telah melapor ke Polres dan saat ini kasus tersebut masih dalam proses penyidikan.

“Benar telah terjadi kasus tindak pidana persetubuhan atau pencabulan terhadap anak dibawah umur. Ada 2 laporan yang kita terima dengan pelaku yang sama, pelaku merupakan oknum guru honorer, saat ini kasus sedang kita tangani,” ujarnya.

Belny menuturkan, pelaku yang merupakan oknum guru honorer ini berinisial AI (48), sedangkan kedua korban yang merupakan siswi berinisial NA (13) dan SS (13).

Belny menjelaskan, tindak pidana persetubuhan atau pencabulan terhadap anak dibawah umur ini dilakukan ditempat dan waktu yang berbeda. Namun, kedua korban ini merupakan siswi di salah satu SMP tempat pelaku mengajar.

“Kasus pertama terjadi pada tanggal 10 Desember 2021, sekitar pukul 10.00 WIB, di Kp Cililitan, Desa Kadudampit, Kecamatan Saketi, tepatnya di belakang POM bensin Saketi. Pelaku AI (48) yang merupakan Oknum guru honorer melakukan perbuatan kejinya kepada NA (13). Waktu sebelum kejadian korban NA (13) sedang berada di sekolah, korban NA (13) kemudian diajak oleh pelaku untuk mengikuti perlombaan pencak silat di Pandeglang, akan tetapi sebelum mengikuti perlombaan tersebut, korban terlebih dahulu diajak untuk ziarah di pemakaman umum di belakang POM bensin Saketi,” ungkapnya.

“Sesampainya dilokasi tersebut, pelaku mengajak korban untuk berdoa dan membakar menyan, kemudian pelaku memegang kedua tangan korban dengan mengatakan bahwa pelaku akan memasukan Ilmu ketubuh korban. Setelah itu pelaku menyuruh korban untuk membuka kancing baju korban, kemudian pelaku meraba-raba payudara korban, selanjutnya pelaku mengajak berpindah tempat ke suatu Gua yang tidak jauh dari tempat ziarah, disana pelaku menyuruh korban membuka bajunya akan tetapi korban sempat menolak, pelaku tetap memaksa korban dengan menurunkan celana dalam korban. Disinilah pelaku melancarkan aksi bejatnya terhadap korban,” sambungnya.

Lebih lanjut, Belny menyampaikan, aksi bejat Ooknum guru honorer ini tidak berhenti sampai disitu, pada tanggal 22 Desember 2021, sekitar pukul 16.00 WIB, pelaku kembali melakukan aksi bejatnya terhadap korban yang berinisial SS (13) di kediaman kakek korban yang beralamat di Kampung Saden, Desa Talagasari, Kecamatan Saketi.

“Masih di bulan yang sama, pelaku kembali melakukan aksi bejatnya terhadap korban lainnya yang berinisial SS (13), waktu itu pelaku mendatangi korban yang tinggal di kediaman kakek nya dengan dalih mau mengambil absen tandatangan untuk kegiatan eskul pencak silat yang diikuti korban. Setelah masuk ke kediaman korban, singkat cerita pelaku langsung duduk di ruang tamu dan menanyakan absen tersebut kepada korban, kemudian korban mengambil absen tersebut dikamarnya,” ujarnya.

“Namun, saat dikamar korban sempat mengisi absen tersebut. Pada saat itulah pelaku tiba – tiba masuk ke kamar korban dan meminta korban untuk berdiri, kemudian korban bersender ditembok. Saat itu lah pelaku mengatakan bahwa korban akan diisi Ilmu untuk perlombaan silat. Kemudian pelaku mendekati korban dan melancarkan aksi bejatnya,” tambahnya.

Ia membeberkan, dari dua kasus pencabulan tersebut, Petugas berhasil mengamankan beberapa alat bukti serta telah mengamankan pelaku yang merupakan oknum guru honorer tersebut.

“Untuk barang bukti pada kasus pertama dengan korban NA (13), petugas berhasil mengamankan 1 baju lengan panjang warna coklat, 1 potong rok panjang warna coklat dan 1 potong celana dalam warna hijau. Sementara untuk di kasus kedua dengan korban SS (13), Petugas belum melakukan penyitaan barang bukti, Petugas baru mengantar korban untuk melakukan visum di RSUD Berkah,” tuturnya.

Atas perbuatannya pelaku dijerat dengan pasal 76D Jo Pasal 81 dan pasal 76E Jo Pasal 82 UU RI nomor 17 tahun 2016, tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 01 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas, UU RI nomor 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak. “Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” pungkasnya.