TUBAN, metro7.co.id – Komunitas Kemasyarakatan dan Budaya Shurolawe Indonesia, gelar Bakti Sosial (Baksos) dan Konsolidasi bersama Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al-Madinah Habib Al-Zam di Desa Sendangrejo, Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban, Minggu (18/10/2020).

Acara tersebut merupakan seremonial dalam rangka pemberian bantuan donasi anggota Shurolawe yang terkumpul sekitar 7,5 juta Rupiah dan bantuan 50 sak semen dari Presiden Shurolawe, Zuhri Jojo untuk pembangunan Musholla Yayasan Pendidikan Islam Al-Madinah di Desa Sendangrejo, sekaligus konsolidasi anggota Shurolawe di beberapa daerah se Indonesia dan pengurus YPI Al-Madinah Habib Al-Zam.

Ketua YPI Al-Madinah Habib Al-Zam, Sahri, mengucapkan terima kasihnya kepada Shurolawe yang telah membantu pembangunan Musholla tersebut. Dia berharap dengan adanya bantuan tersebut, dapat memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar.

Turut hadir pengurus cabang Shurolawe dari Kabupaten Lamongan, Bojonegoro, Jakarta Selatan dan beberapa kota lainnya. Meskipun dengan guyuran hujan yang cukup lebat, tapi antusias anggota Shurolawe dari lintas daerah tetap semangat mengikuti jalannya acara hingga selesai.

Dalam sambutannya, Penasehat Shurolawe Parengan yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Tuban, Sumartono mengatakan, perkumpulan ini dilindungi oleh Undang-Undang.

“kita berkumpul dan kita berkelompok adalah sah, karena sesuai ketentuan amanah Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan,” ucapnya.

Soponyono, Ketua panitia dalam acara baksos Shurolawe dan konsolidasi YPI Al-Madinah Habib Al-Zam, mengapresiasi atas kehadiran tamu undangan, khususnya anggota Shurolawe cabang Lamongan, Bojonegoro, Jakarta Selatan dan daerah lain, yang berperan dan berpartisipasi memberikan sumbangan untuk kegiatan sosial pembangunan rumah ibadah (Musholla).

Selanjutnya, Ketua Harian Shurolawe, Raden Karyani, yang menceritakan cuplikan berdirinya Shurolawe mengatakan, bahwa Komunitas yang didirikannya ini berawal dari 8 orang, atas keprihatinan dengan adanya pertikaian antar anggota pencak silat yang menjadikannya tergerak untuk ikut mendamaikan. Sehingga melalui pendekatan persuasif yang ditempuhnya, ia dapat merangkul dan merekatkan hubungan diantara mereka.

Perdamaian yang telah terjalin tersebut membuat ia berinisiatif membentuk suatu wadah perkumpulan sebagai ajang sillaturrahim untuk menandai ikatan persaudaraan. Sehingga pada tahun 2013 terbentuklah komunitas dengan nama Shurolawe. Bertujuan mengarahkan anggota pencak silat yang condong dengan kekerasan ke arah yang lebih positif dan bermanfaat bagi sesama, serta menanamkan ajaran nilai-nilai budaya leluhur yang perlu dilestarikan.

“Shurolawe berdiri pada tahun 2013, tepatnya bulan Syawwal. Shurolawe ceritanya dulu adalah wadah generasi muda yang sering tawuran. Jadi ada sekitar 8 orang, vakum sampai 2019. Kemudian pertengahan 2019 sampai sekarang, alhamdulillah hampir di Kecamatan di Tuban ini ada, dan diluar Tuban ada di Lamongan, Blitar, Ngawi, Ponorogo, Madiun dan lain-lain. Dan alhamdulillah yang baru terbentuk sebulan yang lalu di Jakarta Selatan,” tuturnya.

Sementara itu, Zuhri Jojo selaku Presiden Shurolawe Indonesia, mengatakan bahwa Shurolawe merupakan organisasi sosial budaya yg anggotanya adalah warga pencak silat Persaudaraan Setia Hati Teratai (PSHT), lebih mengedepankan kepentingan dan kemaslahatan untuk umum, dan tidak berafiliasi untuk politik. Oleh karena itu, berdirinya Shurolawe untuk menjaga marwah & martabat PSHT.

“Keberadaan Shurolawe agar menjadi uswah hasanah, contoh kebaikan bagi komunitas-komunitas yang ada, komunitas-komunitas yang ada adalah khazanah yang harus bersama-sama kita lindungi. Maka berdirinya Shurolawe, PSHT harus lebih besar dan lebih jaya lagi. Maka ketika PSHT punya kegiatan yang harus kita ikuti, dahulukan kegiatan PSHT baru Shurolawe. Ini niatannya seperti itu”, ucap Zuhri Jojo yang menjabat juga sebagai anggota DPRD Tuban Komisi II dari Fraksi PKB.

Dia juga menambahkan, bahwa menurutnya, cinta budaya yang ditanamkan kepada anggota Shurolawe ada dua konsep.

“Orang Shurolawe harus orang-orang yang berbudaya, artinya berbudaya menurut kaca mata saya, orang yang berbudaya itu adalah yg berakhakul karimah. Mampu menjadi contoh kebaikan orang lain, mampu mempengaruhi orang lain untuk berbuat baik bersama-sama kita. Itu konsep berbudaya yang pertama menurut saya. Kita mampu menghadapi perbedaan, kita mampu menerima perbedaan. Kita bisa menghormati perbedaan. Sedangkan Konsep yang kedua, Menjaga budaya-budaya asli leluhur kita. Oleh karena itu, Kita hadir disini, membiasakan diri kita untuk berjiwa sosial. Kita memberikan pendidikan untuk diri kita sendiri, dengan menyisihkan sedikit dari sebagian rizki kita untuk berbuat kebaikan dengan melakukan Bakti Sosial hari ini,” pungkasnya.