SULA, metro7.co.id – Masyarakat Desa Falabisahaya (Fala), Kecamatan Mangoli Utara, menolak penggusuran lahan oleh PT Sampoerna Kayoe, yang diduga telah melakukan pematokan pada batas lahan perkebunan.

Penggusuran lahan tersebut, berlokasi di seputaran km 10 sampai km 13. Penolakan ini, dipicu adanya pematokan batas lahan PT Sampoerna Kayoe yang telah memasuki area perekebunan warga.

Geram atas hal ini, Samuel Mokodompis pada metro7.co.id, Kamis (29/10/2020) mengatakan, telah memiliki bukti surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sejak 1995 silam.

“Saya punya surat (bukti) dari BPN Provinsi Maluku tahun 1995. Saya orang kedua dan saya punya surat jual beli,” kata Samuel tegas.

Selain itu, Hasan Hanafi, pemilik lahan di KM 13, menyentil hal yang sama.

“Pada waktu itu, pembebasan lahan terjadi hanya di km 10, tidak sampai ke km 13,” ujarnya.

Dirinya mengingatkan agar PT Sampoerna Kayoe tidak asal mematok lahan di area setempat.

“Pihak PT Sampoerna Kayoe harus ingat baik-baik bahwa, lahan yang kami miliki di daratan Mangoli ini bukan tanah yang hanyut. Olehnya, pihak perusahaan jangan asal patok sana, patok sini,” katanya.

Terpisah, Koordinator Area PT Sampoernah Kayoe, Perdamaian, mengungkapkan, pihaknya hanya meneruskan data yang ada.

“Kita punya data, punya gambar tahun berapa dan ada yang bertanggung jawab. Kita jugakan penerus, kita tidak tahu. Kita hanya meneruskan apa yang sudah ada dulunya, yang ditinggalkan mereka,” jelasnya.

Sementara itu, pihaknya bakal menolak diskusi bersama pemilik lahan yang nihil dokumen (pembuktian).

“Kalau masyarakat ada yang mengklaim, ya tidak apa-apa sih. Kalau mereka (masyarakat pemilik lahan) punya dokumen atau apapun silahkan kita berdiskusi. Tapi sampai saat ini, tidak ada dokumen satu apapun yang bisa ditunjukkan. Terus, apa yang kita mau diskusikan,” tambah Perdamaian.

“Kita tidak mau merugikan masyarakat sedikit pun. Tapi kita mau mengamankan yang memang hak kita,” tutupnya.