BANJARMASIN, metro7.co.id – Majelis hakim Tipikor Banjarmasin memvonis tiga terdakwa yang menilep dana Bank BRI Unit A Yani Banjarmasin, dengan vonis yang lebih rendah dari tuntutan JPU yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, (24/8/2021).

 

Untuk terdakwa mantan Kepala Unit Wahyu Krisnayanto, majelis hakim yang dipimpin hakim M Yuli Hadi, memvonis selama lima tahun penjara sementara tuntutannya selama delapan tahun penjara, Wahyu juga dibebani membayar denda Rp 200 juta subsider dua bulan penjara, sedangkan pada tuntutnya denda Rp 300 juta subsider selama tiga bulan.

 

Untuk uang pengganti majelis menetapkan Rp 609 juta lebih bila tak dapat membayar maka kurungannya bertambah selama 18 bulan.

 

Dua terdakwa lainnya adalah Muhamad Yanuar divonis empat tahun dan enam bulan, untuk denda ditetapkan Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.

 

Untuk uang pengganti majelis menetapkan Rp 534 juta lebih bila tidak dibayar kurungan bertambah satu tahun.

 

Sedangkan terdakwa  Budi Nugraha divonis selama empat tahun, sementara denda ditetapkan Rp 200 juta subsider selama dua bulan, uang pengganti ditetapkan Rp 240 juta lebih bila tidak membayar diganjar enam bulan kurungan.

 

Atas putusan tersebut ketiga terdakwa langsung menyatakan pikir pikir, begitu juga JPU yang dikomandoi langsung oleh Kasi Pidsus Kejari Banjarmasin Arife Ronaldi SH.

 

Majelis sependapat dengan JPU kalau ketiga terdakwa yang disidang secara terpisah dan virtual tersebut melanggar pasal 2 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999  sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Para terdakwa yang merupakan karyawan ada Bank BRI Unit A Yani Banjarmasin tersebut melakukan korupsi dengan modus membuat kredit fiktif dari program Kredit Usaha Rakyat.

 

Menurut dakwaan, ketiga terdakwa didakwa bekerjasama membuat kredit fiktif untuk keperluan pribadi mereka.

 

Ketiga terdakwa  dalam menjalankan modus untuk menggerogoti uang tempatnya bekerja dengan membuat dokumen yang tidak benar seolah olah ada nasabah yang mendapat kredit, tetapi ini hanya fiktif. Akibatnya berdasarkan perhitungan BPKP terdapat kerugian negara sebesar Rp 1.594.731.690,-, hal ini dilakukan mulai tahun 2015-2018.