Ma’angkat Batang Tarandam

Gambaran prosesi Badatang (Pinangan) disuguhkan oleh siswa(i) SMAN 2 Tanjung, Kabupaten Tabalong, dalam sebuah pagelaran seni “Bakawinan Adat Banjar Bausung Jinggung” di Taman Kota Tanjung, sabtu (5/5/2012) lalu.
Prosesi perkawinan adat Banjar sangatlah sakral, sebagaimana agama Islam mensucikan sebuah lembaga perkawinan. Prosesinya juga memiliki ciri khas, keunikan dan pesona tersendiri. Namun sayangnya, seiring zaman prosesi perkawinan adat Banjar mulai terkalahkan oleh pesatnya tekhnologi dan moderinisasi.
Banyak dari generasi muda Banjar sekarang ini yang tidak lagi mengenal adat istiadat dan budayanya sendiri. Berangkat dari hal tersebut, para pelaku dan pemerhati seni di Kota Tanjung yang tergabung dalam wadah Bubuhan Kesenian Saraba Kawa berinisiatif menggelar pagelaran seni “Bakawinan Adat Banjar Bausung Jinggung”, yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan perusahaan pertambangan batubara nasional, PT Adaro Indonesia.
“Modernisasi telah mengikis tradisi dan budaya serta adat istiadat lokal. Pengaruh budaya asing melalui kemudahan akses informasi dan teknologi, telah menjauhkan generasi muda dengan budaya lokal yang sebenarnya wajib untuk dipertahankan,” ujar Ketua Bubuhan Kesenian Saraba Kawa, Mardhi Yansurie Hs.
Upaya pelestarian budaya bukanlah perkara mudah. Diperlukan dukungan banyak pihak dari berbagai hal; komitmen, loyalitas hingga pada persoalan pendanaan. Beruntung upaya pelestarian ini sejalan dengan kebijakan dan keberpihakkan perusahaan batubara yang ada di daerah itu.
Gayung bersambut, kreativitas Bubuhan Kesenian Saraba Kawa kemudian didukung sepenuhnya PT Adaro Indonesia. Sehingga, upaya pelestarian dalam mengangkat harkat adat istiadat dan budaya Banjar tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Pada kegiatan tersebut, seluruh rangkaian prosesi perkawinan adat Banjar ditampilkan secara apik dan menarik. Kegiatan itu bukan hanya menampilkan pakaian adat Banjar saja, tetapi lebih dari itu, mampu menyuguhkan seluruh rangkaian prosesi hingga menjadi pencerahan dan pembelajaran bagi generasi muda Banjar di Kota Tanjung khususnya.
General Manager Operasional PT Adaro Indonesia, Priyadi dalam sebuah kesempatan pernah mengungkapkan keinginan dan harapan agar harkat budaya dan adat istiadat lokal dapat dihidupkan lagi melalui kegiatan berkesenian.
“PT Adaro Indonesia bukan hanya melakukan aktivitas pertambangan saja. Tetapi juga memiliki komitmen untuk turut serta dalam pelestarian dan pengembangan budaya lokal,” ujarnya.
Budayawan, pengamat dan pemerhati budaya Banjar, Datuk Cendikia Hikmadiraja (HDC) Taufik Arbain, menilai apa yang telah dilakukan oleh Bubuhan Kesenian Saraba Kawa pada hari itu dapat dijadikan sebagai tonggak awal untuk “Maangkat batang tarandam”, menghidupkan kembali atmosfer dan harkat budaya Banjar.
“Mungkin gaung dari kegiatan tersebut masih dalam lingkup kecil, yaitu hanya untuk wilayah Tabalong saja. Tetapi, bukankah sesuatu yang besar itu dimulai dari hal kecil? Karena itu, sebuah apresiasi patut diberikan terhadap upaya yang telah dilakukan oleh Bubuhan Kesenian Saraba Kawa untuk menghidupkan kembali budaya Banjar,” ujarnya yang juga menjabat sebagai Ketua Litbang Dewan Kesenian Daerah Kalsel.
Dukungan yang diberikan PT Adaro Indonesia pada kegiatan tersebut menurutnya merupakan sebuah bentuk tanggung jawab perusahaan bagi kelangsungan kebudayaan lokal.
“Kebijakan CSR perusahaan bukan hanya sebatas pemberian bantuan untuk kepentingan pembangunan fisik saja. Upaya pembangunan pada ranah kebudayaan memiliki aspek penting terhadap keberlangsungan kehidupan bermasyarakat. Karena itu, sebuah langkah bijak yang dilakukan PT Adaro Indonesia dalam mendukung upaya ma’angkat batang tarandam adat istiadat dan budaya yang mulai tenggelam,” katanya.
Diharapkan, apa yang telah dilakukan oleh Bubuhan Kesenian Saraba Kawa dan PT Adaro Indonesia mampu membuka mata pihak-pihak lain untuk turut serta melakukan upaya pelestarian budaya lokal.
“Tanpa kepedulian dari semua pihak, budaya akan semakin tergerus zaman. Bayangkan, bila anak cucu kita nantinya hidup di zaman tanpa kebudayaan. Menyedihkan, bukan? Naudzubillahiminzalik,” Taufik menggelengkan kepalanya pelan.
Sebelumnya, PT Adaro Indonesia bekerjasama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tabalong juga menggelar Pesta Seni Adat Dayak di tempat yang sama, pada waktu yang berbeda. Suku Dayak dan Banjar merupakan suku asli yang mendiami pulau Kalimantan. Sama halnya budaya Banjar, peninggalan leluhur suku Dayak Tabalong pun terkikis modernisasi itu.
Beberapa warisan leluhur budaya Dayak ditampilkan saat itu secara bergantian, mulai dari bagintur, tari giring-giring, tari mandau, balian bulat, balian bawo, hingga banaik manau.
“Seni tradisional semacam ini merupakan buah budaya bangsa yang harus kita lestarikan bersama agar tidak punah digerus zaman,” jelas Muhammad Ismail, Media & Public Affair PT Adaro Indonesia saat itu. ***