Tamiang Layang — Sekitar 30 persen lahan perkantoran Pemerintah Kabupaten Barito Timur belum memiliki sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Bahkan, perumahan resmi bupati juga tidak bersertifikat.
Pengelolaan aset agaknya masih menjadi masalah yang harus segera diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten Bartim, termasuk aset tak bergerak berupa tanah. Masalah aset ini menjadi salah satu titik lemah penyelenggaraan pemerintahan sehingga berdampak pada opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI berupa disclamer atau tak ada pendapat.
Belum bersertifikatnya lahan perumahan bupati itu diungkapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bartim, Rusdi, Rabu (27/3) tadi. “Untuk lahan rumah jabatan bupati belum ada sertifikatnya. Mungkin saja hanya akte jual beli lahan dari si pemilik kepada pemerintah daerah,” papar Rusdi.
Menurutnya, sertifikat lahan sangat penting untuk penguatan status kepemilikan secara hukum. Kalau hanya berlandaskan surat keterangan tanah (SKT), masih belum kuat karena surat ini hanya berupa syarat untuk membuat sertifikat.
Rusdi tidak tahu alasan pemerintah daerah sehingga sampai saat ini lahan-lahan perkantoran itu belum bersertifikat. “Mungkin saja terkendala anggaran atau kendala lainnya sehingga sertifikat lahan itu belum dibuat,” ujar Rusdi.
Disebutkan Rusdi, persoalan sengketa tanah di wilayah Kabupaten Bartim sering terjadi. Saling klaim kepemilikan terjadi. Kantor Pertanahan menerima pengaduan sengketa itu rata-rata 10 laporan setiap tahun.
Saluran tempat pengaduan lainnya dilakukan di kepolisian dan pemerintah daerah. Bagi BPN, setiap laporan ditindaklanjuti dengan melakukan mediasi kedua belah pihak yang bersengketa. Jika sudah melakukan mediasi tiga hingga empat kali belum juga ditemukan titik kesepakatan, maka prosesnya diserahkan melalui jalur hukum. (Metro7/M Jaya)